Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Remisi untuk Koruptor, Jokowi Minta Menkumham Perhatikan Rasa Keadilan Rakyat

Kompas.com - 17/03/2015, 13:26 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
— Presiden Joko Widodo meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly untuk mengedepankan unsur keadilan masyarakat saat mewacanakan perubahan aturan remisi untuk terpidana kejahatan khusus.

Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (17/3/2015).

"Arahan Presiden agar rasa keadilan masyarakat diperhatikan juga," kata Andi.

Ia menuturkan, sejauh ini Menkumham baru melaporkan kepada Presiden mengenai niat mengkaji aturan remisi untuk terpidana kejahatan khusus, seperti korupsi, narkoba, dan terorisme. (Baca: Di Istana, Menteri Yasonna Dicegat Relawan Jokowi soal Remisi Koruptor)

Andi menyebut perubahan aturan remisi itu masih menjadi sebuah wacana. Jika akan dilaporkan secara resmi, kata Andi, menteri terkait akan memaparkannya di hadapan Presiden dalam rapat terbatas atau rapat kabinet. Namun, sampai saat ini, rapat untuk membahas hal itu belum terjadwalkan.

"Untuk urusan-urusan seperti ini, kalau sudah siap, menteri yang berkaitan diagendakan dalam rapat. Tapi, sampai sekarang belum ada agendanya," ucap Andi. (Baca: F-Demokrat Nilai Pengetatan Remisi untuk Koruptor Sudah Tepat)

Menkumham sebelumnya menggulirkan wacana merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang pengetatan remisi bagi terpidana kasus pidana luar biasa. Politisi PDI Perjuangan itu menilai PP tersebut diskriminatif.

Menurut Yasonna, seburuk-buruknya napi kasus korupsi, mereka tetap harus diberikan haknya untuk mendapat keringanan hukuman seperti narapidana kasus lain. (Baca: Menkumham Minta Koruptor Tak Diperlakukan Diskriminatif)

"Ini menjadi sangat diskriminatif ada orang yang diberikan remisi, ada yang ditahan. Padahal, prinsip dasar pemberian remisi pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 itu hak. Jadi, napi punya hak remisi, punya hak pembebasan bersyarat, punya hak pendidikan untuk mendapat pelayanan. Hak itu ada," kata Yasonna.

Yasonna berpandangan, hal yang bisa dilakukan saat ini adalah mengembalikan keputusan ke pengadilan. Apabila memang ingin memperberat hukuman pelaku terorisme, korupsi, ataupun narkoba, sebaiknya diputuskan oleh majelis hakim. (Baca: "Koruptor Terlalu Dimanjakan")

"Saya katakan kalau mereka memang mau diberatkan, beratkan pada hukuman, dia tidak whistleblower misalnya. Misalnya, ada napi koruptor tak mau berkooperatif itu jadi alasan memperberat hukuman. Hukuman badannya tetap jalan, tetapi jangan hilangkan hak dia sebagai napi," ucap Yasonna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

Nasional
KPK Geledah Kantor PT Telkom dan 6 Rumah, Amankan Dokumen dan Alat Elektronik

KPK Geledah Kantor PT Telkom dan 6 Rumah, Amankan Dokumen dan Alat Elektronik

Nasional
Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

Nasional
KPK Gelar 'Roadshow' Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

KPK Gelar "Roadshow" Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

Nasional
Bobby ke Gerindra padahal Sempat Bilang 'Insya Allah' Gabung Golkar, Mekeng: 'Nothing Special'

Bobby ke Gerindra padahal Sempat Bilang "Insya Allah" Gabung Golkar, Mekeng: "Nothing Special"

Nasional
PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

Nasional
Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Nasional
Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Nasional
Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

Nasional
Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

Nasional
Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

Nasional
DKPP Didesak Pecat Ketua KPU dengan Tidak Hormat

DKPP Didesak Pecat Ketua KPU dengan Tidak Hormat

Nasional
JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

Nasional
JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com