Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly: Dulu Menakutkan, Sekarang KPK Ramai-ramai Dipukuli

Kompas.com - 08/03/2015, 17:07 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Anggota tim sembilan Jimly Asshidiqie menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi kini tidak lagi menjadi momok bagi para koruptor. Bahkan, pihak-pihak yang menentang KPK satu persatu melawan balik.

Terlebih lagi, setelah hakim Sarpin Rizaldi memutuskan untuk memenangkan gugatan Komjen Budi Gunawan di sidang praperadilan. Dalam putusannya, penetapan Budi sebagai tersangka dianggap tidak sah secara hukum.

"Selama ini KPK sangat kuat sampai menakutkan di mana-mana. Setelah kasus BG, situasinya sekarang saatnya beramai-ramai mukulin KPK," ujar Jimly di Jakarta, Minggu (8/3/2015).

Jimly mengatakan, banyak pihak yang memanfaatkan putusan tersebut untuk melawan balik KPK. Dengan demikian, posisi KPK semakin diperlemah dengan kriminalisasi terhadap pimpinannya.

"Orang-orang yang disakiti kemudian memanfaatkan situasi. Momentum lemahnya KPK dimanfaatkan semua orang," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Tidak hanya itu, kini sejumlah aktivis pendukung KPK dan media yang membela pemberantasan korupsi ikut dibidik Kepolisian. Misalnya, media Tempo diperkarakan atas pemberitaannya terkait dugaan rekening gendut Budi Gunawan. (baca: Polisi Cari Celah Pidanakan Pihak "Tempo" soal Berita "Rekening Gendut")

Selain itu, Komnas HAM pun ikut disomasi penyidik Bareskrim terkait pengusutan pelanggaran HAM dalam penangkapan Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto. (baca: Disomasi Penyidik Bareskrim, Ini Kata Komnas HAM)

"Semua media yang membela KPK bisa kena semua, termasuk lembaga negara. Komnas HAM, Ombdusman, bisa dilaporkan semua," ujar dia.

Setelah ini, Jimly dan anggota tim sembilan lainnya akan mengadakan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo untuk membahas terkait desakan masyarakat untuk menghentikan kriminalisasi terhadap KPK.

Dalam pertemuan tersebut akan dibahas masukan apa saja yang memungkinkan akan direalisasikan atau tidak.

"Kami akan berdialog dengan Presiden supaya ada persepsi yang sama. Saat memberi masukan ke presiden, juga ke Polri, KPK, apa yang sebaiknya dikerjakan untuk stop pelemahan KPK," ujar Jimly.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno sebelumnya mengatakan bahwa Presiden meminta Polri untuk menghentikan kriminalisasi terhadap semua unsur dalam KPK. Pratikno menyatakan, publik tak perlu meragukan komitmen Presiden Jokowi pada upaya pemberantasan korupsi.

Pratikno menegaskan, permintaan Jokowi agar Polri menghentikan kriminalisasi berlaku untuk tidak hanya pimpinan KPK, tetapi juga penyidik dan pegawai. Bahkan, Pratikno berani memastikan bahwa Jokowi meminta Polri tidak mengkriminalisasi individu, lembaga, atau kelompok pendukung KPK. (baca: Jokowi Perintahkan Polri Hentikan Kriminalisasi terhadap KPK dan Pendukungnya)

Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti menolak jika pihaknya disebut melakukan kriminalisasi terhadap KPK. Menurut dia, pihaknya hanya menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan tindak pidana para pihak di KPK. (baca: Badrodin Bantah Polri Mengkriminalisasi KPK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

Nasional
[POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

[POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

Nasional
Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

Nasional
Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem 'Back Up' Data Cepat

Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem "Back Up" Data Cepat

Nasional
Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Nasional
4 Bandar Judi 'Online' Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

4 Bandar Judi "Online" Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

Nasional
Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Nasional
Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Nasional
Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk 'Back Up' Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk "Back Up" Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Nasional
Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Nasional
Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Nasional
Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Nasional
Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi 'Cawe-cawe' di Pilkada 2024

Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi "Cawe-cawe" di Pilkada 2024

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com