Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Didesak Terbitkan SP3 Kasus Pimpinan KPK, Ini Jawaban Badrodin

Kompas.com - 19/02/2015, 18:51 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo telah mengambil keputusan terkait penyelesaian kisruh KPK-Polri. Komjen Budi Gunawan yang telah menjalani uji kelayakan di Dewan Perwakilan Rakyat sebagai calon Kapolri digantikan Komjen Badrodin Haiti.

Selain itu presiden juga akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang mengganti pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.

Seiring dengan keputusan tersebut, muncul kabar bahwa calon Kapolri Badrodin Haiti bakal menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas perkara hukum yang menimpa para pimpinan KPK. Langkah ini disebut-sebut sebagai upaya rekonsiliasi kedua institusi penegak hukum tersebut.

Saat dikonfirmasi perihal isu itu, Komjen Badrodin Haiti menegaskan tidak akan serta merta mengeluarkan SP3. Menurut Badrodin, penyidik tidak bisa seenaknya mengeluarkan SP3 hanya didasarkan pada kemauan pribadi saja, bahkan demi keharmonisan hubungan antara Polri dengan KPK.

"Kasus-kasus itu (pimpinan KPK) bisa jalan terus, bisa juga enggak. Semua tergantung alat bukti," ujar Badrodin di kediaman dinasnya di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Kamis (19/2/2015) siang.

Jika dalam penyelidikan atau penyidikan, para penyidik Bareskrim memang menemukan alat bukti yang cukup, perkara para pimpinan KPK akan tetap dilanjutkan. Namun, jika yang terjadi justru sebaliknya, penyidik baru akan mengeluarkan SP3 atas perkara hukum yang menjerat para pimpinan KPK.

Soal kapan penyidik Bareskrim memastikan bahwa perkara hukum pimpinan KPK bakal terus dilanjutkan atau tidak, Badrodin menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik di Bareskrim.

"Penyidik itu kan sepanjang berada di koridor hukum, harus independen. Jadi enggak bisa sewenang-wenang dalam menerbitkan SP3," lanjut Badrodin.

Soal bahwa penyelidikan atau penyidikan itu disebut banyak pihak sebagai kriminalisasi, Badrodin menampiknya. Siapa pun dan kapan pun, jika seseorang diduga melakukan tindakan pidana, hal tersebut haruslah diusut hingga tuntas tanpa ada pandang bulu.

Diketahui, KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka pada 13 Januari 2015. Setelah itu, banyak laporan masyarakat yang masuk ke Bareskrim Polri soal dugaan perkara para pimpinan KPK. Penyidik Bareskrim pun melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan cepat.

Sebut saja kasus dugaan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu yang menjerat Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Penyelidikan, penyidikan hingga penetapan tersangka BW dilakukan tak lebih dari lima hari. Tanggal 19 Januari 2015 laporan atas BW masuk ke Bareskrim. Kepala penyidik Kombes Daniel Bolly Tifaona langsung menetapkan BW sebagai tersangka tanggal 23 Januari 2015.

Ada lagi kasus yang menjerat Abraham Samad, yakni pemalsuan dokumen berupa paspor. Laporan masuk ke Bareskrim pada 1 Februari 2015. Penyidik pun melimpahkan kasus itu ke Polda Sulselbar lantaran kasus serupa sempat diusut di sana. Tergolong singkat, tanggal 9 Februari 2015, Abraham ditetapkan sebagai tersangka meski status tersebut baru diungkap ke publik tanggal 17 Februari 2015.

Terkini, penyidik Bareskrim hanya berbekal laporan masyarakat soal kepemilikan senjata api ilegal oleh 21 penyidik KPK. Kepala Bareskrim Komjen Budi Waseso dengan tegas mengatakan bahwa akan menjadikan mereka sebagai tersangka secepatnya. Banyak pihak yang menyebutkan bahwa aksi Polri itu penuh aroma balas dendam dan kriminalisasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com