Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Berharap Presiden Balas Surat KPU untuk Tunda Pelantikan Anggota DPR Tersangka Korupsi

Kompas.com - 30/09/2014, 08:14 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera membalas surat Komisi Pemilihan Umum yang isinya meminta penundaan pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat terpilih yang berstatus tersangka kasus dugaan korupsi.

Hingga Senin (29/9/2014) petang, KPU belum menerima surat balasan dari Presiden. (Baca: KPU Belum Terima Surat Balasan SBY soal Penundaan Pelantikan Anggota DPR Tersangka Korupsi)

"Semoga Presiden segera menjawab surat KPU karena secara etika birokrasi semua surat, apalagi surat yang begitu penting, harus segera dijawab," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto melalui pesan singkat, Senin.

Sebelumnya, Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, KPU belum menerima surat balasan Presiden mengenai izin penundaan pelantikan tiga anggota DPR terpilih yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi. Tiga tersangka kasus dugaan korupsi yang diminta ditunda pelantikannya adalah mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, Idham Samawi, dan Herdian Koosnadi.

Jero merupakan tersangka kasus dugaan pemerasan di Kementerian ESDM yang kini ditangani KPK. Sementara itu, Idham merupakan tersangka kasus dugaaan korupsi dana bantuan untuk klub sepak bola Persiba Bantul, sedangkan Herdian terseret kasus dugaan korupsi proyek puskesmas di Dinas Kesehatan Tangerang Selatan.

Menurut Husni, jika sampai hari pelantikan pada 1 Oktober 2014 Presiden belum menyampaikan jawabannya, KPU akan tetap melantik ketiga anggota DPR terpilih yang berstatus tersangka itu. KPU berharap Presiden merespons surat tersebut dengan menyetujui penundaan pelantikan tiga anggota DPR tersebut.

Husni mengatakan, permintaan penundaan pelantikan ini diajukan KPU kepada Presiden dengan mempertimbangkan rekomendasi sejumlah lembaga, termasuk KPK. Jika presiden menyetujui permintaan KPU, selanjutnya pelantikan yang akan digelar 1 Oktober mendatang dapat ditangguhkan. Jika permintaan tidak diterima, pelantikan tetap akan dilaksanakan terlepas dari status hukum yang menjerat ketiganya.

Sementara itu, saat dikonfirmasi, Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengaku belum mengecek ada tidaknya surat dari KPU tersebut.

"Kapan dikirimkan dan siapa yang menerima? Kami baru merampungkan kegiatan Presiden di Jepang dan dari kunjungan ke AS dan Portugal, saya belum cek surat dimaksud," kata Julian melalui pesan singkat, Senin.

KPK menilai, pelantikan anggota DPR terpilih yang berstatus sebagai tersangka bisa merusak citra dan kehormatan parlemen. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan bahwa penundaan pelantikan perlu demi menjaga martabat DPR.

Sementara itu, Bambang Widjojanto menilai, tersangka atau terdakwa kasus korupsi tersebut akan melawan sumpahnya sendiri jika dilantik. Saat dilantik, seorang anggota DPR terpilih akan menyatakan sumpah untuk tidak melakukan tindakan dan perbuatan yang melanggar peraturan. Namun, sumpah itu dia ucapkan saat menyandang status tersangka atau terdakwa yang diduga melanggar undang-undang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Demo Tolak Revisi UU Polri, Aliansi Masyarakat Sipil: Kekuasaan Polisi Bakal Melebihi Presiden

Demo Tolak Revisi UU Polri, Aliansi Masyarakat Sipil: Kekuasaan Polisi Bakal Melebihi Presiden

Nasional
Yakin Partai Lain Tertarik Usung Anies-Sohibul, PKS: Siapa yang Enggak Mau Aman?

Yakin Partai Lain Tertarik Usung Anies-Sohibul, PKS: Siapa yang Enggak Mau Aman?

Nasional
Sejumlah Nama yang Disiapkan PDI-P untuk Pilkada: Risma-Azwar Anas di Jatim, Andika Perkasa di Jateng

Sejumlah Nama yang Disiapkan PDI-P untuk Pilkada: Risma-Azwar Anas di Jatim, Andika Perkasa di Jateng

Nasional
PKS Enggan Tawarkan Partai KIM untuk Usung Anies-Sohibul, tetapi Berbeda dengan PDI-P

PKS Enggan Tawarkan Partai KIM untuk Usung Anies-Sohibul, tetapi Berbeda dengan PDI-P

Nasional
Soal Tawaran Kursi Cawagub Pilkada Jakarta oleh KIM, PKS: Beri Manfaat atau Jebakan?

Soal Tawaran Kursi Cawagub Pilkada Jakarta oleh KIM, PKS: Beri Manfaat atau Jebakan?

Nasional
Yakin Tak Ditinggal Partai Setelah Usung Anies-Sohibul, PKS: Siapa yang Elektabilitasnya Paling Tinggi?

Yakin Tak Ditinggal Partai Setelah Usung Anies-Sohibul, PKS: Siapa yang Elektabilitasnya Paling Tinggi?

Nasional
PKS Ungkap Surya Paloh Berikan Sinyal Dukungan Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta

PKS Ungkap Surya Paloh Berikan Sinyal Dukungan Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta

Nasional
Soal Jokowi Tawarkan Kaesang ke Parpol, Sekjen PDI-P: Replikasi Pilpres

Soal Jokowi Tawarkan Kaesang ke Parpol, Sekjen PDI-P: Replikasi Pilpres

Nasional
KPK Segera Buka Data Caleg Tak Patuh Lapor Harta Kekayaan

KPK Segera Buka Data Caleg Tak Patuh Lapor Harta Kekayaan

Nasional
KPK Kembali Minta Bantuan Masyarakat soal Buronan Harun Masiku

KPK Kembali Minta Bantuan Masyarakat soal Buronan Harun Masiku

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Bantah Hasto Menghilang | Kominfo Tak Respons Permintaan 'Back Up' Data Imigrasi

[POPULER NASIONAL] PDI-P Bantah Hasto Menghilang | Kominfo Tak Respons Permintaan "Back Up" Data Imigrasi

Nasional
Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Nasional
Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Nasional
Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com