Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelanggaran Pemilu, Pemuda Bisa Awasi dengan Teknologi

Kompas.com - 17/03/2014, 12:51 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
—  Pengawasan pemilihan umum harus melibatkan semua lapisan masyarakat, tak terkecuali pemuda. Sebanyak 59,2 juta dari 185 juta pemilih terdaftar merupakan pemilih muda, yang suaranya diperkirakan dapat menentukan 100 kursi di DPR.

Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Dadang Tri Sasongko dalam acara ”Deklarasi Masyarakat Sipil Pemantau Pemilu: Kami Mengawasi”, Minggu (16/3), di Jakarta.

Dalam acara tersebut hadir Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Migrant Care, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia, Asia Foundation, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), serta Ilab.

Lembaga-lembaga itu menyerukan lima sikap yang intinya menginginkan pelaksanaan kampanye pemilu yang sehat, jujur, dan bersih. Selain itu, mereka juga mengajak semua lapisan masyarakat, tak terkecuali pemilih muda, untuk ikut serta dalam proses pengawasan pemilu.

Dadang menambahkan, peran pemilih muda diperlukan mengingat model pengawasan pemilu saat ini berbeda dengan periode sebelumnya.

”Model pengawasan pemilu saat ini mayoritas berbasis teknologi komunikasi dan kehidupan pemuda erat dengan teknologi. Ini adalah peluang. Apalagi, kita bisa melihat berapa jumlah daftar pemilih tetap yang berasal dari kalangan pemuda,” ujar Dadang.

Abdullah Dahlan dari Divisi Politik ICW menilai bahwa pengawasan berbasis teknologi bisa digunakan oleh pemilih muda untuk mengkritisi kinerja calon anggota legislatif petahana.

”Sebagian besar pemilih muda adalah yang belum dipengaruhi isu-isu politik. Dengan adanya teknologi informasi, mereka bisa turut serta memilah agenda dan rekam jejak calon legislatif incumbent (petahana),” ujar Abdullah.

Deputi Direktur Perludem Veri Junaidi mengatakan, setelah mengetahui agenda dan rekam jejak calon petahana itu, pemilih muda bisa mengecek program- program apa saja yang sudah dijalankan calon petahana itu.

”Para pemilih muda harus skeptis dalam membaca informasi, apakah calon incumbent sekadar memberikan janji atau tidak. Kalau ya, jangan dipilih lagi,” ujar Veri.

Pemilih muda bisa memilih calon legislator baru. ”Dengan begitu, pemilih muda bisa mendorong tingkat elektabilitas sekitar 9,5 persen calon legislatif baru yang biasanya kalah suara dan modal,” kata Veri.

Situs info caleg

Direktur Ilab Nanang Syaifudin menyebutkan beberapa situs web yang bisa digunakan pemilih muda untuk mengakses informasi caleg, yaitu checkyourcandidates.org, politikuang.net, @jariungu, pantaupemilu.or.id, dan matamassa.org.

”Model pengawasan matamassa.org merupakan salah satu website yang bisa digunakan pemilih muda untuk melakukan pengawasan,” kata Nanang.

Pengawasan itu bisa dimulai dari melihat pelanggaran sederhana yang dilakukan calon legislator, misalnya pemasangan poster di pohon, alat peraga di luar ketentuan KPU, dan ukuran alat peraga yang menyalahi ketentuan.

Nanang mencatat, 220 orang sudah tergabung di matamassa.org dan 80 persen di antaranya pemilih muda dengan usia kurang dari 25 tahun.

”Secara berkala, mereka melaporkan pelanggaran-pelanggaran kampanye. Saya bilang kepada mereka, pengawasan bisa dilakukan kapan saja, bisa saat berangkat sekolah dan berlibur,” ujar Nanang. (A05)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com