Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rizal Ramli Tak Merasa Menuduh SBY

Kompas.com - 27/01/2014, 14:56 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli menolak jika disebut menuduh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal gratifikasi jabatan Wakil Presiden Boediono. Menurutnya, pernyataan yang disampaikannya pada salah satu stasiun televisi swasta itu merupakan sebuah pendapat dan analisis secara umum, bukan tuduhan.

"Kita bisa lihat dari pernyataan saya di Metro TV yang dikutip oleh tim kuasa hukum SBY untuk melayangkan somasi itu. Tidak ada satu pun tuduhan yang mengatakan Presiden telah melakukan gratifikasi jabatan," kata Rizal dalam jumpa pers bersama tim kuasa hukumnya di Gedung Juang, Jakarta, Senin (27/1/2014).

Menurutnya, dalam acara tersebut, dia hanya memberikan analisis dan ulasan mengenai bagaimana sebuah gratifikasi jabatan bekerja. Analisis itu, lanjut Rizal, diberikan secara umum, bukan hanya kepada SBY.

"Jadi, hanya memberikan ulasan. Ini cerita umum. Ini pendapat secara umum. Di sana juga disebutkan pihak lain, seperti Syahril Sabirin (mantan Gubernur BI). Jadi, apa hubungannya? Benang merahnya di mana?" lanjutnya.

Oleh karena itu, tindakan tim advokat SBY dan keluarga yang melakukan somasi kedua kepadanya, menurut Rizal, tidak tepat dan berseberangan dengan asas demokrasi dan kebebasan berpendapat.

Somasi

Sebelumnya, somasi dilayangkan menyusul tudingan Rizal kepada SBY di Metro TV. Rizal menyebut ada gratifikasi jabatan yang diberikan kepada Wakil Presiden Boediono atas dana talangan Bank Century.

Berikut adalah pernyataan rizal di Metro TV yang digunakan tim kuasa hukum SBY di dalam surat somasinya. Surat tersebut difotokopi dan dibagikan tim kuasa hukum rizal kepada wartawan.

"Saya tidak pernah menggunakan istilah barter tapi gratifikasi. Jadi di dalam kasus-kasus korupsi gratifikasi biasanya menyangkut uang, terutama di tingkat gubernur dan bupati. Atau gratifikasi perempuan dan ada juga gratifikasi jabatan. Dalam banyak kasus seperti ini, biasanya yang bersangkutan tidak menerima uang, tetapi in return mendapatkan jabatan sebagai gratifikasi. Saya tahu karena sekretaris pemilihan calon wakil Presiden SBY 2009 menceritakan ada sembilan nama sebagai calon wakil presiden, tapi last minute hilang semua nama itu dan tiba-tiba muncul nama Boediono setelah dilakukan penurunan CAR, agar Bank Century bisa di bail out."

"Dalam kasus gratifikasi jabatan, biasanya pejabat yang bersangkutan tidak terima uang. Mantan Gubernur BI Syahril Sabirin nggak terima uang seperak pun. Tapi dia dijanjikan jika pembayaran tagihan inter-bank Bank Bali diloloskan Rp 1,3 triliun, nanti akan diangkat lagi jadi Gubernur Bank Indonesia Selama lima tahun. Pak Burhanuddin enggak terima uang seperak pun. Dalam kasus Pak Boediono saya percaya nggak terima uang satu rupiah pun. Tetapi in return, Pak Boediono yang tadinya tidak masuk dalam sembilan calon wakil presiden, begitu Bank Century di bail out langsung dinominasikan sebagai calon wakil presiden."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Tawaran Kursi Cawagub Pilkada Jakarta oleh KIM, PKS: Beri Manfaat atau Jebakan?

Soal Tawaran Kursi Cawagub Pilkada Jakarta oleh KIM, PKS: Beri Manfaat atau Jebakan?

Nasional
Yakin Tak Ditinggal Partai Setelah Usung Anies-Sohibul, PKS: Siapa yang Elektabilitasnya Paling Tinggi?

Yakin Tak Ditinggal Partai Setelah Usung Anies-Sohibul, PKS: Siapa yang Elektabilitasnya Paling Tinggi?

Nasional
PKS Ungkap Surya Paloh Berikan Sinyal Dukungan Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta

PKS Ungkap Surya Paloh Berikan Sinyal Dukungan Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta

Nasional
Soal Jokowi Tawarkan Kaesang ke Parpol, Sekjen PDI-P: Replikasi Pilpres

Soal Jokowi Tawarkan Kaesang ke Parpol, Sekjen PDI-P: Replikasi Pilpres

Nasional
KPK Segera Buka Data Caleg Tak Patuh Lapor Harta Kekayaan

KPK Segera Buka Data Caleg Tak Patuh Lapor Harta Kekayaan

Nasional
KPK Kembali Minta Bantuan Masyarakat soal Buronan Harun Masiku

KPK Kembali Minta Bantuan Masyarakat soal Buronan Harun Masiku

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Bantah Hasto Menghilang | Kominfo Tak Respons Permintaan 'Back Up' Data Imigrasi

[POPULER NASIONAL] PDI-P Bantah Hasto Menghilang | Kominfo Tak Respons Permintaan "Back Up" Data Imigrasi

Nasional
Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Nasional
Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Nasional
Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Nasional
Pejabat Pemerintah Dinilai Tak 'Gentle' Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Pejabat Pemerintah Dinilai Tak "Gentle" Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Nasional
Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar 'Fun Run' hingga Konser di GBK Minggu Besok

Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar "Fun Run" hingga Konser di GBK Minggu Besok

Nasional
Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Nasional
Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com