Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Ngotot Tetap Seleksi Calon Hakim Agung

Kompas.com - 23/01/2014, 14:07 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat tetap akan melakukan seleksi uji kepatutan dan kelayakan calon hakim agung pada akhir Januari 2014. Wakil Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin bersikeras mekanisme ini tidak melanggar putusan Mahkamah Konstitusi yang menetapkan bahwa DPR hanya berhak menyetujui atau tidak menyetujui calon hakim agung yang diajukan Komisi Yudisial (KY). 

Menurut Aziz, tidak ada satu pun ketentuan putusan MK yang menyatakan DPR tidak boleh melakukan uji kepatutan dan kelayakan. Ia mengatakan,  mekanisme seleksi calon hakim agung berdasarkan uji kepatutan dan kelayakan diatur dalam Undang-undang nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

"Mekanismenya kami tetapkan tetap dilakukan berdasarkan Undang-undang MD3 dan Tata Tertib DPR," ujar Aziz di Kompleks Parlemen, Kamis (23/1/2014).

Aziz mengatakan, mekanisme di DPR terkait seleksi calon hakim agung tidak berubah. Yang berubah, kata dia, pengajuan calon hakim agung yang dilakukan Komisi Yudisial. Sebelumnya KY harus mengajukan 3 calon hakim agung untuk posisi 1 hakim agung yang kosong di Mahkamah Agung, kini tidak lagi.

"Saat ini, KY hanya menyerahkan calon hakim agung sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Nantinya calon itu akan kita setujui atau tolak. Kalau tidak disetujui, maka dikembalikan lagi ke KY," kata politisi Partai Golkar itu.

Saat ini, proses seleksi calon hakim agung di DPR sebenarnya sudah mulai dilakukan. Hari ini, Komisi III DPR menggelar uji pembuatan makalah terhadap tiga calon hakim agung yakni Maria Anna Samiyati, Suhardjono, dan Sunarto. Pada tanggal 30 Januari, Komisi III DPR akan melakukan pendalaman terhadap jejak rekam mereka melalui forum uji kepatutan dan kelayakan.

"Ini akan menjadi dasar pertimbangan kami dalam menyetujui atau tidak itu," kata Aziz.

Hanya menyetujui

Sebelumnya, MK telah menggelar sidang putusan permohonan uji materi empat pasal yang tertuang dalam Undang-undang (UU) tentang Mahkamah Agung (MA) dan UU tentang Komisi Yudisial (KY). MK mengabulkan seluruh permohonan uji materi keempat pasal yang mengatur mekanisme pengangkatan calon hakim agung tersebut.

Hasilnya, DPR tak berhak lagi untuk memilih hakim agung. DPR hanya berhak memberikan persetujuan calon hakim agung yang diajukan oleh KY. Di samping itu, ketentuan pada setiap satu lowongan hakim agung, KY mengajukan tiga nama calon hakim agung ke DPR tidak berlaku lagi. Selanjutnya, kepada DPR, KY hanya mengirimkan satu calon hakim agung untuk setiap satu lowongan hakim agung untuk disetujui oleh DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com