Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Tidak Logis Putusan MK soal Seleksi Hakim Agung

Kompas.com - 11/01/2014, 16:06 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Putusan Mahkamah Konstitusi terkait proses seleksi calon hakim agung dikritik. Putusan MK yang memangkas kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat itu dinilai akan mengakibatkan sulitnya mendapatkan calon hakim agung yang berkualitas.

Kritikan itu disampaikan pengamat hukum tata negara, Margarito, di Jakarta, Sabtu (11/1/2014), ketika dimintai tanggapan putusan MK.

Sebelumnya, MK membatalkan kewenangan DPR untuk memilih calon hakim agung yang diusulkan KY. Menurut MK, DPR hanya berwenang untuk menyetujui atau tidak menyetujui calon yang diusulkan KY.

MK pun membatalkan ketentuan di dalam Undang-Undang KY dan UU Mahkamah Agung yang mewajibkan KY mengajukan calon dengan jumlah tiga kali kebutuhan (3:1). MK menyatakan KY cukup mengirimkan satu nama calon untuk satu kursi hakim agung.

Menurut Margianto, DPR seharusnya tetap memiliki kewenangan untuk melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap calon hakim agung yang diajukan KY. Pasalnya, sebelum menentukan seseorang cakap atau tidak, maka kompetensi calon mesti diuji terlebih dahulu.

“Ini tidak logis, atas dasar apa mereka (DPR) terima atau tidak terima? Bagaimana mereka tahu, (jika) mereka (calon hakim agung) baik atau tidak?” kata Margarito.

Margianto menambahkan, memindahkan kewenangan menyeleksi calon hakim agung ke KY tidak berarti akan menyurutkan praktik lobi politik atau dugaan suap. Justru, kekhawatiran terjadinya praktik tersebut semakin besar jika beralih ke KY.

Jabatan hakim agung, kata dia, merupakan salah satu jabatan strategis di negeri ini. Tidak sedikit kalangan yang memiliki motivasi tertentu berlomba-lomba untuk menjadi hakim agung. Bahkan, mereka rela menghalalkan berbagai cara.

“Siapa yang berani pastikan tidak ada lagi terjadi penyuapan? Orang yang mencari kerjaan ini banyak. Tidak ada jaminan, hal serupa itu, lobi-lobi toilet itu hanya terjadi di DPR. Tidak ada jaminan ini tidak akan terjadi suap-menyuap, atau mempertimbangkan aspek perkawanan atau kolega di sana,” kata Margianto.

Untuk itu, ia mengingatkan agar KY dapat menjaga kredibilitasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com