Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/11/2013, 11:06 WIB

Oleh: Saldi Isra

Tidak ada lagi senyum bahagia Angelina Sondakh seperti beberapa saat setelah pembacaan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, (10/1/2013).

Ketika itu, sekalipun dinyatakan bersalah, wajah mantan politisi Partai Demokrat ini berbinar-binar dan tanpa guratan sedih sama sekali karena ”hanya” divonis majelis hakim 4 tahun 6 bulan dan denda Rp 250 juta.

Namun, sekitar sepuluh bulan kemudian, situasi berubah 180 derajat. Angelina Sondakh (Angie) harus menerima kenyataan pahit: majelis hakim kasasi memperberat hukumannya dari 4 tahun 6 bulan menjadi 12 tahun penjara dan hukuman denda Rp 500 juta. Tak sebatas mengembalikan kepada tuntutan jaksa, majelis hakim kasasi menjatuhkan pula pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS.

Seperti dilansir Kompas (21/11/2013), salah satu dasar pertimbangan majelis kasasi yang terdiri dari Artidjo Alkostar, MS Lumme, dan Mohammad Askin menjatuhkan hukuman berat ini adalah Angie dinilai aktif meminta dan menerima uang terkait dengan proyek di sejumlah kementerian negara. Dari pertimbangan itu, putusan ini mengonfirmasi berita yang telah terbentang sejak lama, Angie merupakan salah satu tokoh kunci proyek di Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Dari beragam perspektif, putusan kasasi Angie jelas memiliki semangat yang berbeda dengan beberapa vonis korupsi yang terasa hambar. Bahkan, dibandingkan dengan beberapa putusan korupsi di tingkat kasasi yang juga ada pemberatan, vonis kasasi Angie memiliki pesan yang tegas dan jelas. Karena itu, tak terlalu berlebihan jika banyak pihak memberikan apresiasi luar biasa terhadap putusan ini.

Namun, kalau dilihat secara utuh konstruksi Pasal 17 dan 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, putusan kasasi Angie akan memiliki lompatan luar biasa besar jikalau majelis hakim juga memberikan hukuman tambahan dengan mencabut hak-hak tertentu Angie, misalnya, hak untuk mendapatkan remisi. Terlepas dari hal itu, mampukah semua pihak membaca pesan di balik putusan Angie?

Jerat yang lain

Pesan pertama putusan kasasi ini, proses hukum harus mampu membuktikan dapat menjangkau dan mengungkap secara tuntas semua jejaring yang terkait dengan tindak pidana yang dilakukan Angie. Alasannya amat sederhana, kejahatan ini terjadi tidak mungkin dilepaskan dari posisi Angie sebagai politisi di komisi yang langsung membawahkan kedua kementerian negara di atas. Karena itu, tindakan penyelewengan yang dilakukan pasti tidak sendiri.

Dalam batas penalaran yang wajar, tindakan Angie hampir dapat dipastikan melibatkan pihak lain di komisi yang bermitra dengan kedua kementerian tersebut. Karena itu, agar logika penegakan hukum berjalan linear, penyidikan harus mampu menjerat pihak lain yang menjadi bagian dari jejaring Angie. Bagaimanapun, manuver Angie ”menggoreng” anggaran di DPR sulit berjalan mulus tanpa dukungan politisi lain.

Bukan hanya kemampuan menjangkau politisi lain, proses hukum harus pula mampu mengendus kemungkinan keterlibatan sejumlah pihak di Kementerian Pendidikan Nasional serta di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Sebagai kejahatan yang merupakan hasil kerja kolektif, pengaturan proyek tidak mungkin terjadi tanpa melibatkan mitra kerja di pemerintah. Alasannya sederhana, pembahasan anggaran di DPR, persetujuan harus diberikan pemerintah dan DPR. Pertanyaan mendasarnya: bisakah politisi bermain sendiri tanpa ”membangun” mitra dengan pemerintah?

Untuk mendukung logika di atas, ketika tahap-tahap awal penegakan hukum skandal ini, terkuak fakta keterlibatan sejumlah perguruan tinggi menerima kucuran dana dari manuver Angie. Bahkan telah pula diketahui, beberapa pimpinan  dari perguruan tinggi menjadi tersangka. Namun, proses hukum sebagian perguruan tinggi yang pernah dinyatakan menerima faedah dari manuver Angie mengalami kelumpuhan total. Selain itu, penegakan hukum pun enggan menelusuri kemungkinan adanya peran sejumlah pihak di Kementerian Pendidikan Nasional. Hal yang sama harus pula dilakukan di Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Bukan hanya itu, penelusuran kepada pihak lain yang tidak kalah pentingnya dilakukan adalah kemungkinan keterkaitan dan peran Partai Demokrat. Sebagai salah seorang figur dengan posisi sentral dalam partai politik peraih suara terbesar dalam Pemilu 2009, putusan kasasi Angie seharusnya dimaknai pula sebagai amanat kepada KPK untuk menelusuri lebih jauh dan lebih serius kemungkinan keterlibatan Partai Demokrat dan sejumlah elitenya di tengah pusaran korupsi yang melibatkan Angie.

Mengkhianati UUD 1945

Skandal korupsi yang dilakukan Angie membuktikan satu hal: mereka yang diberikan mandat untuk mengelola negara, tanpa merasa takut, menggadaikan kewenangan yang diberikan kepadanya. Terkait dengan fakta itu, pesan berikutnya dari putusan Angie: mereka yang menggadaikan atau memperdagangkan kewenangan harus dijatuhi hukuman berat. Dengan hukuman berat, mereka yang memperoleh mandat yang sama harus berhitung kembali untuk menyalahgunakan kewenangan yang ada.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com