Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/11/2013, 11:06 WIB

Dalam skandal Angie, mantan elite Partai Demokrat ini ”menggoreng” sedemikian rupa otoritas yang dimiliki anggota DPR dalam penyusunan keuangan negara via APBN. Jamak diketahui, penyusunan APBN membuka celah terjadinya penyimpangan. Misalnya, Pasal 157 Ayat (1) Huruf c UU No 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD; serta Pasal 15 Ayat (5) UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara menyediakan ruang bagi anggota DPR membahas RAPBN secara terperinci alias sampai Satuan 3. Bahkan, kesempatan untuk memblokir (perbintangan) anggaran dalam Pasal  71 Huruf (g) dan Pasal 156 Huruf a, b UU No 27/2009 potensial ”digoreng” untuk memperoleh keuntungan pribadi.

Pesan memberikan vonis berat tidak hanya karena alasan mengingkari amanah rakyat, tetapi juga karena tindakan tersebut merupakan pengingkaran serius terhadap amanah UUD 1945. Sebagai lembaga yang diberikan fungsi pengawasan, pembahasan, dan persetujuan dalam penyusunan RAPBN, anggota DPR harus dimaknai secara tepat. Salah satu pemahaman tersebut, peran dan keterlibatan DPR dalam pembahasan dan persetujuan RAPBN mesti dimaknai sebagai pintu masuk untuk melaksanakan fungsi pengawasan keuangan negara.

Sesuai dengan pemahaman ini, ketika kesempatan ikut membahas dan menyetujui RAPBN dimanfaatkan sedemikian untuk kepentingan pribadi dan/atau kelompok, para penyusun APBN dapat dikatakan mengingkari secara nyata amanat konstitusi. Dalam hal ini, Pasal 23 UUD 1945 secara eksplisit mengamanatkan bahwa pengelolaan keuangan negara dilakukan secara bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Merujuk pertimbangan majelis hakim kasasi, bentuk pengingkaran nyata amanat konstitusi dapat dilacak dari tindakan aktif Angie meminta fee kepada Mindo Rosalina Manulang sebesar 7 persen dari nilai proyek. Kemudian disepakati, fee ini menjadi 5 persen yang harus sudah diberikan 50 persen saat pembahasan anggaran dan 50 persen (sisanya) saat DIPA turun (Kompas, 21/11/2013). Secara sederhana, jelas Angie melakukan upaya sistemastis dan terencana menggeser tujuan agung UUD 1945 menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat menjadi keuntungan pribadi/golongan.

Memiskinkan koruptor

Bagi kalangan hakim sendiri, putusan kasasi Angie memberikan pesan teramat jelas: dalam memutus kasus yang merugikan keuangan negara, hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan. Dalam putusan ini, hakim kasasi menegaskan bahwa pengadilan tingkat pertama dan banding terkesan enggan menjatuhkan pidana tambahan uang pengganti dengan alasan uang yang diterima Angie berasal dari swasta dan bukan dari keuangan negara. Pada batas-batas tertentu, putusan ini harus dibaca sebagai kritik terbuka hakim kasasi terhadap hakim pengadilan negeri dan pengadilan banding yang gagal memaknai secara tepat ketentuan Pasal 17 dan 18 UU No 31/1999 juncto UU No 20/2002.

Boleh jadi, cara berpikir seperti itu pula yang mendorong sebagian besar hakim di semua jenjang peradilan gagal menjatuhkan hukuman berat dan pidana tambahan bagi pelaku korupsi. Sejauh ini, putusan pengadilan terhadap pelaku korupsi hanya berada pada kisaran 3 tahun 6 bulan penjara. Untuk sebuah kejahatan yang berpotensi menghancurkan perekonomian dan masa depan, kisaran hukuman yang terbilang ringan ini terasa hambar dan nyaris kehilangan pesan di tengah ancaman korupsi yang mendera negeri ini.

Karena itu, banyak kalangan berharap putusan kasasi Angie mampu mengubah cara pandang hakim dalam memutus kasus korupsi. Di antara cara pandang yang didorong adalah memberikan hukuman maksimal dengan maksud memberikan efek jera. Tidak hanya sekadar mendorong, ketika korupsi dianggap sebagai kejahatan serius, secara yuridis, UU No 31/1999 memberikan ruang untuk menjatuhkan pidana maksimal. Bahkan, terlepas dari kontroversi hukuman mati, sebagai bagian dari desain penjeraan, UU No 31/1999 memberi ruang untuk menjatuhkan hukuman mati.

Namun yang paling mendasar, putusan kasasi Angie tidak hanya mendorong untuk menjatuhkan pidana maksimal, tetapi juga mendorong untuk memiskinkan koruptor. Terkait dengan hal ini, dalam ”Memiskinkan Koruptor” (Kompas, 12/3/2012) dikemukakan bahwa menilik kecenderungan yang ada, salah satu motivasi orang melakukan korupsi adalah karena mereka takut hidup miskin. Bahkan, bagi seorang politisi, melakukan korupsi menjadi salah satu cara untuk melanggengkan kekuasaan. Dengan pilihan memiskinkan, koruptor harus siap menghadapi risiko paling buruk dan sekaligus kehilangan otoritas politik secara mengenaskan.

Melacak semangat ini, putusan kasasi Angie dapat dikatakan sebagai langkah berani hakim melakukan kombinasi antara pidana berat (maksimal) dan pilihan memiskinkan koruptor. Karena itu, hakim di semua tingkat peradilan harus mampu membaca secara tepat pesan di balik putusan kasasi Angie. Bahkan, untuk dapat menjadi momok yang menakutkan, kombinasi hukuman kasasi Angie masih mungkin ditambah dengan mencabut beberapa hak terpidana korupsi, seperti hak untuk mendapatkan remisi. Di atas itu semua, yang jauh lebih penting, kombinasi pidana maksimal dan pilihan memiskinkan koruptor tak boleh berhenti hanya sampai putusan kasasi Angie. Putusan serupa harus jadi semangat baru untuk menghentikan laju praktik korupsi yang kian masif. Apalagi, di depan kita, banyak kasus korupsi dilakukan penyelenggara negara yang menunggu bukti lebih lanjut untuk menularkan pesan di balik putusan kasasi Angie.


Saldi Isra, Guru Besar Hukum Tata Negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soroti Ketimpangan, Megawati: Bisa Beli Handphone, tapi Risma Nangis Ada Juga yang Tinggal di Kandang Kambing

Soroti Ketimpangan, Megawati: Bisa Beli Handphone, tapi Risma Nangis Ada Juga yang Tinggal di Kandang Kambing

Nasional
Ganjar Pranowo: 17 Poin Rekomendasi Rakernas Beri Gambaran Sikap Politik PDIP

Ganjar Pranowo: 17 Poin Rekomendasi Rakernas Beri Gambaran Sikap Politik PDIP

Nasional
Sambut Pilkada 2024, Megawati Minta Kader PDIP Turun ke Akar Rumput

Sambut Pilkada 2024, Megawati Minta Kader PDIP Turun ke Akar Rumput

Nasional
Besok, Joice Triatman dan Pegawai di Nasdem Tower Jadi Saksi di Sidang SYL

Besok, Joice Triatman dan Pegawai di Nasdem Tower Jadi Saksi di Sidang SYL

Nasional
Bongkar Aliran Uang, KPK Bakal Hadirkan Istri, Anak dan Cucu SYL di Persidangan

Bongkar Aliran Uang, KPK Bakal Hadirkan Istri, Anak dan Cucu SYL di Persidangan

Nasional
Megawati: Posisi Politik PDI-P Selama Ini Diputuskan dalam Kongres Partai

Megawati: Posisi Politik PDI-P Selama Ini Diputuskan dalam Kongres Partai

Nasional
Soal Jatah Menteri untuk Demokrat, Wasekjen: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo...

Soal Jatah Menteri untuk Demokrat, Wasekjen: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo...

Nasional
Rekomendasi Rakernas Kelima PDI-P, Megawati Diminta Kesediaannya untuk Kembali Jadi Ketum

Rekomendasi Rakernas Kelima PDI-P, Megawati Diminta Kesediaannya untuk Kembali Jadi Ketum

Nasional
Pertamina Patra Niaga Terus Tertibkan Operasional SPBE

Pertamina Patra Niaga Terus Tertibkan Operasional SPBE

Nasional
Megawati: Ada yang Lama Ikut Katanya Ibu Menghina Sebut Kader, Tahulah Siapa...

Megawati: Ada yang Lama Ikut Katanya Ibu Menghina Sebut Kader, Tahulah Siapa...

Nasional
Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Tunjukkan Sikap Legowo

Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Tunjukkan Sikap Legowo

Nasional
Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Nasional
Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Nasional
Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Nasional
Rakernas V PDI-P Rekomendasikan ke Fraksi DPR Dorong Kebijakan Legislasi Tingkatkan Kualitas Demokrasi Pancasila

Rakernas V PDI-P Rekomendasikan ke Fraksi DPR Dorong Kebijakan Legislasi Tingkatkan Kualitas Demokrasi Pancasila

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com