Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly Asshiddiqie: Banyak Tawaran Suap di MK

Kompas.com - 03/10/2013, 17:45 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengungkapkan, banyak tawaran suap bagi hakim konstitusi untuk memenangkan pihak tertentu dalam perkara di MK.

"Selalu ada tawaran-tawaran itu (suap). Ada yang menawari segala macam. Yang mengancam juga ada," ujar Jimly saat ditemui di kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (3/10/2013).

Jimly juga mengaku kerap mendapatkan tawaran suap untuk mengurus suatu perkara dari teman atau kerabat dekatnya. Namun, ia mengaku menolak tawaran tersebut. Jimly memperkirakan, tawaran suap yang diterima hakim konstitusi pada masa kepemimpinannya, yaitu pada 2003 hingga 2008, belum sebanyak saat ini.

Pasalnya, ujar dia, saat itu, MK belum menangani sengketa hasil pemilihan kepala daerah (pilkada). Sementara, katanya, perkara yang banyak diiming-imingi uang adalah sengketa hasil pilkada. "Kami waktu itu masih baru dan yang paling penting sekali belum mengurusi pilkada," ujar mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu.

Hanya, Jimly tidak menyebutkan berapa jumlah uang yang ditawarkan. Pasalnya, belum sempat terjadi tawar-menawar antara dia dan pihak tersebut. Ketua DKPP itu mengatakan, seharusnya, sebagai penegak hukum, seorang hakim konstitusi menolak tawaran itu dengan menganggapnya sebagai tawaran setan.

"Kita anggap saja itu setan. Kalau ada yang menganggap hakim konstitusi itu setengah dewa, itu benar, setengahnya setan," tukasnya.

Operasi tangkap tangan di kediaman dinas KPK menangkap Ketua MK Akil Mochtar bersama anggota DPR asal Fraksi Golkar, Chairun Nisa, dan pengusaha Cornelis di kediaman Akil pada Rabu (2/10/2013) malam.

Tak lama setelahnya, penyidik KPK menangkap Bupati Gunung Mas Hambit Bintih serta pihak swasta berinisial DH di sebuah hotel di kawasan Jakarta Pusat. Bersamaan dengan penangkapan ini, KPK menyita sejumlah uang dollar Singapura dan dollar Amerika yang dalam rupiah senilai Rp 2,5 miliar-Rp 3 miliar.

Diduga, Chairun Nisa dan Cornelis akan memberikan uang ini kepada Akil di kediamannya malam itu. Pemberian uang itu diduga terkait dengan kepengurusan perkara sengketa pemilihan kepala daerah di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yang diikuti Hambit Bintih selaku calon bupati petahana.

Pemberian uang kepada Akil ini diduga merupakan yang kali pertama. Belum diketahui berapa total komitmen yang dijanjikan untuk Akil. KPK memantau pergerakan Akil sejak beberapa hari lalu. KPK sebelumnya menerima informasi dari masyarakat yang menyebutkan bahwa ada rencana pemberian uang untuk Akil pada Senin (30/9/2013). Namun, rupanya pemberian uang itu bergeser waktunya menjadi Rabu malam.

Kini, KPK menetapkan Akil dan tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap Pilkada Gunung Mas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Sebut Punya Gaya Kepemimpinan Sendiri, PDI-P: Kita Berharap Lebih Baik

Prabowo Sebut Punya Gaya Kepemimpinan Sendiri, PDI-P: Kita Berharap Lebih Baik

Nasional
RUU Penyiaran Larang Jurnalisme Investigasi, PDI-P: Akibat Ketakutan yang Berlebihan

RUU Penyiaran Larang Jurnalisme Investigasi, PDI-P: Akibat Ketakutan yang Berlebihan

Nasional
Prabowo Ingin Jadi Diri Sendiri saat Memerintah, PDI-P: Kita Akan Melihat Nanti

Prabowo Ingin Jadi Diri Sendiri saat Memerintah, PDI-P: Kita Akan Melihat Nanti

Nasional
Sepanjang 2023, Pertamina Hulu Rokan Jadi Penghasil Migas Nomor 1 Indonesia

Sepanjang 2023, Pertamina Hulu Rokan Jadi Penghasil Migas Nomor 1 Indonesia

Nasional
Djarot dan Risma Dinilai Lebih Berpotensi Diusung PDI-P di Pilkada DKI 2024 Ketimbang Ahok

Djarot dan Risma Dinilai Lebih Berpotensi Diusung PDI-P di Pilkada DKI 2024 Ketimbang Ahok

Nasional
Polri Pastikan Kasus Pembunuhan 'Vina Cirebon' Masih Berjalan, Ditangani Polda Jawa Barat

Polri Pastikan Kasus Pembunuhan "Vina Cirebon" Masih Berjalan, Ditangani Polda Jawa Barat

Nasional
KPK Dalami Gugatan Sengketa Lahan di MA

KPK Dalami Gugatan Sengketa Lahan di MA

Nasional
KPK Duga Tahanan Korupsi Setor Uang Pungli ke Rekening Orang Dekat Eks Karutan Achmad Fauzi

KPK Duga Tahanan Korupsi Setor Uang Pungli ke Rekening Orang Dekat Eks Karutan Achmad Fauzi

Nasional
Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga di 3 Desa Dievakuasi

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga di 3 Desa Dievakuasi

Nasional
Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Nasional
Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Nasional
Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik Buat Rakyat

Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik Buat Rakyat

Nasional
Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Nasional
Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Nasional
Prabowo 'Tak Mau Diganggu' Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Prabowo "Tak Mau Diganggu" Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com