Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BAKN Ajukan Tiga Rekomendasi Terkait Kasus Hambalang

Kompas.com - 13/09/2013, 11:12 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) telah menyelesaikan telaah audit II proyek Hambalang. Dari telaah tersebut, BAKN menemukan sejumlah keganjilan dan mengajukan tiga rekomendasi untuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Intinya kami menemukan beberapa keganjilan yang pada akhirnya ada 3 poin yang menjadi rekomendasi dari hasil telaah BAKN tersebut," kata anggota BAKN, Teguh Juwarno, dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (13/9/2013).

Teguh menjelaskan, rekomendasi pertama, BAKN melalui pimpinan DPR akan meminta agar Majelis Etik BPK melakukan investigasi mengenai bocornya kertas kerja BPK. Dalam surat kerja tersebut, tercantum 15 nama anggota Komisi X DPR yang diduga terlibat dalam proyek Hambalang. Permintaan pada BPK untuk menginvestigasi disebabkan kertas kerja BPK itu bersifat sangat rahasia.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Proyek pembangunan kompleks olahraga terpadu Hambalang di Kecamatan Citereup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (30/5/2012). Proyek senilai Rp 1,175 triliun tersebut menghadapi beberapa persoalan antara lain amblesnya tanah di area Power House III dan fondasi lapangan bulu tangkis seluas 1.000 meter persegi periode Desember 2011. Selain itu proyek ini kini tengah didalami oleh Komisi Pemberantasan Korupsi perihal dugaan suap oleh anggota DPR.
Menurutnya, harus ada tindakan tegas bila ditemukan oknum yang membocorkannya. Rekomendasi kedua, lanjut Teguh, BAKN meminta PPATK untuk menelusuri aliran dana yang terkait dengan commitment fee dalam proyek Hambalang. BAKN menilai, proyek tersebut sangat kental adanya upaya untuk merampok uang negara.

"Karenanya, kami minta PPATK untuk menelusuri aliran (dana) itu, dan untuk dilaporkan atau diserahkan kepada penyidik, khususnya pada KPK yang sudah menangani kasus ini," ujarnya.

Terakhir, BAKN mendesak KPK untuk segera menuntaskan kasus Hambalang. Hasil audit BPK dianggap telah mampu menjelaskan mengenai siapa yang harus bertanggung jawab.

"Jangan dibiarkan berlarut-larut, apalagi dipolitisasi karena dari bukti-bukti audit BPK sudah cukup jelas siapa saja yang harus bertanggung jawab terhadap kasus hambalang," ujar politisi PAN ini.

Sebelumnya, audit tahap II Hambalang mengundang tanda tanya. Pasalnya, ada dua versi laporan audit. Laporan audit yang bocor di kalangan wartawan mencantumkan 15 nama anggota DPR. Sementara, audit yang diterima DPR dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tidak mencantum nama-nama tersebut. Lima belas anggota DPR itu disebut dengan inisial, yaitu MNS, RCA, HA, AHN, APPS, WK, KM, JA, MI, UA, AZ, EHP, MY, MHD, dan HLS.

Ternyata, audit yang diterima DPR berbeda. Meski dengan redaksional yang hampir mirip, bagian 15 nama itu hilang. Ketua BPK Hadi Poernomo tak menanggapi audit bulan Juli yang bocor ke wartawan itu. Ia hanya menegaskan bahwa audit resmi BPK hanya ada satu dan diberikan ke DPR maupun KPK pada tanggal 23 Agustus 2013.

Saat ditanya soal hilangnya 15 nama anggota DPR, Hadi enggan berkomentar karena terikat kode etik dan peraturan undang-undang untuk tidak membocorkan audit investigasi kepada publik. Ia menjamin institusinya selalu mengedepankan independensi dalam melakukan audit.

Ketua Komisi X DPR Agus Hermanto meminta pimpinan DPR untuk mengklarifikasi ke BPK atas beredarnya 15 nama tersebut. Terkait hal ini, Hadi menyatakan siap menjelaskannya ke DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com