Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Belum Temukan Keterlibatan Hakim Agung

Kompas.com - 31/07/2013, 15:19 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menemukan indikasi keterkaitan antara hakim agung dengan kasus dugaan suap terkait pengurusan kasasi pidana penipuan dengan terdakwa Hutomo Wijaya Ongowarsito. KPK masih mendalami pemeriksaan terhadap dua tersangka yaitu seorang pengacara Mario C Bernardo dan pengawai Diklat Mahkamah Agung Djodi Supratman.

"Kami masih terbatas pada para tersangka itu. Belum sampai kepada unsur hakim agung. Ada atau tidaknya belum bisa saya simpulkan," ujar Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas di Gedung KPK, Rabu (31/7/2013).

Djodi diduga hanya perantara lantaran jabatannya yang hanya pegawai Diklat tidak menangani suatu perkara. Namun, menurut Busryo tindak pidana di lingkup peradilan dapat dilakukan oleh siapa pun.

"Saya 26 tahun jadi pengacara, jadi tahu persis lah relung-relung, jendela-jendela masuknya mafia peradilan. Mafia peradilan itu tidak harus oleh mereka yang punya posisi strategis. Tapi juga pada level bawah itu," terangnya.

Seperti diberitakan, KPK menangkap Mario di kantornya, Hotma Sitompul & Associates di Jalan Martapura, Jakarta Pusat dan Djodi di kawasan Monas, Kamis (25/7/2013). Pada tas selempang cokelat yang dibawa Djodi, KPK menyita uang sekitar Rp 78 juta. KPK juga menyita Rp 50 juta di rumah Djodi, Cipayung, Jakarta Timur.

Diduga, uang tersebut merupakan pembayaran awal. Mario diduga memberikan uang suap kepada Djodi untuk mengurus suatu perkara penipuan yang tengah di tingkat kasasi dengan terdakwa Hutomo Wijaya Ongowarsito. Permohonan kasasinya masuk ke MA pada 9 April 2013 dan didistribusikan pada 27 Mei 2013 berdasarkan permohonan jaksa dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Adapun hakim yang menangani perkara tersebut yakni Gayus Lumbuun, Andi Abu Ayyub Saleh, dan M. Zaharuddin Utama. KPK telah menetapkan Mario dan Djodi sebagai tersangka.

Mario diduga melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Mario diduga memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud pegawai negeri tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Sementara itu, Djodi diduga melanggar pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara Djodi menerima pemberian atau janji.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Nasional
Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Nasional
Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik Buat Rakyat

Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik Buat Rakyat

Nasional
Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Nasional
Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Nasional
Prabowo 'Tak Mau Diganggu' Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Prabowo "Tak Mau Diganggu" Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Nasional
JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

Nasional
Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Nasional
Polri Buru Dalang 'Illegal Fishing' Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Polri Buru Dalang "Illegal Fishing" Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Nasional
Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Nasional
BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

Nasional
UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

Nasional
Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Nasional
Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com