JAKARTA, KOMPAS.com - Pegawai PT Agis Tbk, James Gunarjo dituntut hukuman lima tahun penjara ditambah denda Rp 100 juta subsider empat bulan kurungan. James dianggap terbukti melalukan tindak pidana korupsi dengan menyuap pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Tommy Hindratno terkait kepengurusan restitusi atau pengembalian pajak PT Bhakti Investama (PT BHIT).
Tuntutan itu dibacakan tim jaksa penuntut umum KPK dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (3/10/2012). "Kami penuntut umum menuntut supaya majelis hakim Tipikor memutuskan, menyatakan terdakwa James Gunarjo terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaiman diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 hurf b Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer," kata jaksa Meidi Iskandar.
Menurut jaksa, James terbukti bersama-sama komisaris PT Bhakti Investama, Antonius Z Tonbeng memberi uang Rp 280 juta ke Tommy. Pemberian yang dianggap berkaitan dengan jabatan Tommy sebagai pegawai pajak tersebut merupakan imbalan (fee) karena Tommy telah membocorkan informasi hasil pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak atas klaim Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) lebih bayar pajak (restitusi) PT Bhakti Investama, Tbk.
Padahal, menurut jaksa, selaku pegawai eselon IV Ditjen Pajak, Tommy dilarang membocorkan informasi tersebut ke pihak yang tidak berhak. "Namun Tommy justru memberitahukan terdakwa (James). Bahkan Tommy menagih janji terdawka untuk mberi uang imbalan," kata jaksa Meidi.
Jaksa menguraikan, pada 5 Juni 2012, terdakwa James menghubungi Antonius Tonbeng dan saat itu Antonius menyampaikan kalau restitusi pajak senilai Rp 3,4 miliar sudah diterima PT BHIT. Dari nilai yang diterima itu, akan dikeluarkan Rp 340 juta sebagai imbalan untuk Tommy dan pegawai pajak lainnya. Setelah menerima Rp 340 juta, James mengambil Rp 60 juta kemudian sisanya akan diserahkan kepada Tommy.
Pada hari itu juga, James menghubungi Tommy yang tengah berangkat dari Surabaya menuju Jakarta. "Di Bandara Soekarno-Hatta, Tommy bertemu dengan Hendy Anuranto, orang tua Tommy dan bersama-sama ke Saint Carolus menemui terdakwa (James)," kata jaksa Meidi.
Di tengah perjalanan, lanjutnya, Tommy berubah pikiran dan memindahkan lokasi pertemuan ke Hotel Haris, Tebet, Jakarta. Namun, karena takut ada CCTV, Tommy dan James sepakat bertemu di sebuah rumah makan Padang di kawasan Lapangan Ros, Tebet, Jakarta Selatan.
Kepada James, menurut jaksa, Tommy mengatakan takut menerima imbalan uang itu secara langsung sehingga meminta James menyerahkan uang Rp 280 juta dalam tas hitam bertuliskan Lenor itu kepada Hendy.
"Sesuai dengan permintaan Tommy, terdakwa menyerahkan tas hitam Lenor ke sebelah kiri kaki Hendy sambil mengatakan 'titip Pak'. Kemudian Hendy menggeser tas dengan kakinya," tutur jaksa Meidi. Seusai transaksi, Tommy, James, dan Hendy keluar rumah makan Padang.
Saat itulah, penyidik KPK menangkap tangan mereka dengan alat bukti uang Rp 280 juta di tas hitam Lenor tersebut. Rangkaian fakta hukum ini, menurut jaksa, cukup membuktikan James bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan memberi pemberian atau janji kepada penyelenggara negara karena berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban si penyelenggara negara, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Atas tuntutan jaksa ini, James dan tim pengacaranya akan mengajukan nota pembelaan atau pledoi dalam persidangan selanjutnya. Dalam kasus ini, Tommy sudah ditetapkan sebagai tersangka dan segera menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Sementara Antonius masih berstatus sebagai saksi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.