JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari bakal menjalani sidang putusan terkait dugaan asusila terhadap seorang perempuan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda berinisial CAT pada Rabu (3/7/2024).
Sidang putusan pelanggaran kode etik yang digelar oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini dijadwalkan berlangsung mulai pukul 14.00 WIB.
“DKPP akan bacakan putusan 1 perkara dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) pada Rabu (3/7/2024),” ujar Ketua DKPP Heddy Lugito dalam keterangannya, Selasa (2/7/2024).
Heddy sebelumnya menegaskan bahwa sidang putusan perkara yang dengan teradu Hasyim Asy'ari itu akan digelar secara terbuka.
"Pembacaan putusan DKPP selalu terbuka," ucap Heddy.
Baca juga: Komnas Perempuan Harap DKPP Sanksi Berat Ketua KPU jika Terbukti Lakukan Tindak Asusila
Sementara itu, kuasa hukum korban Aristo Pangaribuan optimistis gugatan pihaknya yang meminta agar Hasyim dipecat akan dikabulkan oleh DKPP.
Sebab, sudah ada banyak bukti yang bisa meyakinkan DKPP menjatuhkan sanksi berat terhadap Hasyim.
“Optimistis karena buktinya sudah banyak sekali. Kalau putusannya tidak berpihak kepada korban ya saya tidak tahu lagi. Semua bukti sudah kami keluarkan,” kata Aristo selepas sidang pamungkas pemeriksaan perkara dugaan asusila Hasyim di DKPP, Kamis (6/6/2024) lalu.
Dalam kasus dugaan pelanggaran etik ini, Hasyim dituduh menggunakan relasi kuasa untuk mendekati, membina hubungan romantis, dan berbuat asusila terhadap Pengadu, termasuk di dalamnya menggunakan fasilitas jabatan sebagai Ketua KPU RI.
“Cerita pertama kali ketemu itu di Agustus 2023, itu sebenarnya juga dalam konteks kunjungan dinas. Itu pertama kali bertemu, hingga terakhir kali peristiwa terjadi di bulan Maret 2024," kata kuasa hukum korban sekaligus pengadu, Maria Dianita Prosperiani, saat mengadu ke DKPP, 18 April 2024.
Baca juga: DKPP: Sidang Putusan Kasus Asusila Ketua KPU RI Digelar 3 Juli 2024
Keduanya disebut beberapa kali bertemu, baik saat Hasyim melakukan kunjungan dinas ke Eropa, atau sebaliknya saat korban kunjungan dinas ke Indonesia.
Kuasa hukum lainnya, Aristo Pangaribuan, menyebut bahwa dalam keadaan keduanya terpisah jarak, terdapat upaya aktif dari Hasyim "secara terus-menerus" untuk menjangkau korban.
"Hubungan romantis, merayu, mendekati untuk nafsu pribadinya," kata Aristo.
Namun, menurut dia, tidak ada intimidasi maupun ancaman dalam dugaan pemanfaatan relasi kuasa yang disebut dilakukan oleh Hasyim.
Pengacara juga enggan menjawab secara tegas apakah "perbuatan asusila" yang dimaksud juga mencakup pelecehan seksual atau tidak.