"Dan mereka-mereka ini memegang jabatan strategis dalam hal penindakan," kata Nawawi.
Contoh kasus dari permasalahan hubungan antara KPK dengan Kejagung dan Polri diungkap oleh Alexander Marwata.
Alexander mengatakan, jika ada jaksa yang ditangkap oleh KPK, Kejagung pasti akan menutup pintu koordinasi dan supervisi.
Alexander menyebutkan, Polri pun melakukan hal yang sama seperti Kejagung.
"Memang di dalam Undang-Undang KPK, baik yang lama maupun yang baru, ada fungsi koordinasi dan supervisi. Apakah berjalan dengan baik? Harus saya sampaikan Bapak/Ibu sekalian, tidak berjalan dengan baik," ujar Alexander.
Baca juga: 514 DPC PDI-P Bakal Ikut Gugat Penyidik KPK ke PN Jakarta Selatan
"Ego sektoral masih ada, masih ada. Kalau kami menangkap teman-teman jaksa, misalnya, tiba-tiba dari pihak Kejaksaan menutup pintu koordinasi dan supervisi. Sulit. Mungkin juga dengan kepolisian demikian," kata dia.
Alexander menyampaikan, dengan persoalan seperti itu, ia khawatir KPK tidak akan berhasil memberantas korupsi.
Apalagi, kata dia, secara kelembagaan, regulasi, dan SDM, KPK juga bermasalah.
"Dari sisi kelembagaan tidak seperti di negara-negara lain yang saya sebutkan misalnya yang berhasil dalam pemberantasan korupsi Singapura atau Hongkong. Mereka hanya punya satu lembaga yang menangani perkara korupsi. Seluruh isu terkait korupsi, mereka yang menangani. Sedangkan kalau di KPK ada tiga lembaga yang menangani, KPK, Polri, dan Kejaksaan," papar Alexander.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.