JAKARTA, KOMPAS.com - Memperingati Hari Bhayangkara ke-78, Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyoroti perihal kewenangan besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Menurut Bambang, kewenangan besar itu kerap dikooptasi kepentingan-kepentingan politik kekuasaan dan kelompok tertentu termasuk korporasi swasta.
“(Kepentingan itu) Tentu berseberangan dengan kepentingan rakyat sebagai pemilik sah negara,” kata Bambang kepada Kompas.com, Senin (1/7/2024).
Padahal, dia menegaskan bahwa Polri yang dilahirkan kembali pasca gerakan reformasi 1998 melalui pencabutan Dwifungsi ABRI, seharusnya menjadi lembaga yang melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.
Baca juga: Hari Bhayangkara Ke-78, Kepercayaan Masyarakat ke Polri Tak Bisa Diwakili dari Survei
"Seiring perkembangannya saat ini, alih-alih menjadi lembaga kepolisian negara yang profesional seperti harapan masyarakat, Polri malah menjauh dari visi reformasi 1998,” ujar Bambang.
Dia juga mengaitkan masalah yang terjadi di tubuh Polri dengan kepemimpinan yang tidak tegas hingga terlalu toleran dengan pelanggaran yang dilakukan oleh jajarannya.
"Problem yang terjadi di tubuh organisasi Polri saat ini, diantaranya dipicu karena kepemimpinan yang tidak tegas, slow respons terkait isu-isu yang berkembang di masyarakat, permisif atau toleran pada pelanggaran personelnya,” kata Bambang
“Dan banyak melakukan pelanggaran Pasal 28 UU (Undang-Undang) 2 tahun 2002 dengan menempatkan jenderal aktif di luar struktur yang mengingatkan publik pada praktik Dwifungsi di era sebelum reformasi 1998,” ujarnya melanjutkan.
Baca juga: Prabowo Beri Hormat Saat Disapa Jokowi sebagai Presiden RI Terpilih di Upacara HUT Ke-78 Bhayangkara
Kemudian, Bambang menyebut, kondisinya semakin diperparah karena pemerintah hingga lembaga legislatif sebagai pengawas justru membiarkan pelanggaran terhadap UU Polri tersebut.
Sebagaimana diketahui, upacara peringatan Hari Bhayangkara ke-78 digelar di Lapangan Monas, Jakarta pada Senin ini. Dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertindak sebagai Inspektur Upacara.
Sebelumnya, kinerja Polri menjadi sorotan karena penyelidikan kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita dan teman lelakinya, Muhammad Rizky atau Eki di Cirebon.
Pasalnya, kasus yang selama delapan tahun dipetieskan tersebut, tiba-tiba dibuka kembali dengan berbagai kejanggalan.
Belum lagi, adanya kasus dugaan penganiayaan oknum polisi di Padang, Sumatera Barat, terhadap Afif Maulana hingga tewas.
Baca juga: Hari Bhayangkara Ke-78, Iriana Jokowi Berikan Potongan Tumpeng ke Peraih Hoegeng Awards 2023
Kemudian, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat ada sebanyak 645 peristiwa kekerasan yang dilakukan institusi Polri dalam satu tahun terakhir periode Juli 2023-Juni 2024.
"645 peristiwa kekerasan tersebut menyebabkan 754 korban luka dan 38 korban tewas," kata Koordinator Kontras, Dimas Bagus Arya dalam konferensi pers di Kantor Kontras, Kwitang, Jakarta Pusat, Senin.
Dari 645 peristiwa, Kepolisian tingkat Resort (Polres) menjadi institusi terbanyak menjadi aktor dengan 421 peristiwa. Lalu, tingkat Polsek 124 peristiwa kekerasan dan tingkat Polda 96 peristiwa kekerasan.
"Satuan yang paling banyak terlibat dalam peristiwa kekerasan adalah satuan reserse kriminal dengan 341 peristiwa, ini menunjukan mayoritas peristiwa kekerasan yang didokumentasikan terjadi dalam rangka penindakan terhadap tersangka ata terduga pelaku tindak pidana," ujar Dimas.
Menurut dia, kekerasan yang dilakukan bisa saja untuk menjalankan tugas khususnya konteks penegakan hukum.
Namun, catatan Kontras menyebut penggunaan kekerasan dan senjata api harus dilakukan dengan terukur dan standar yang jelas sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009.
Baca juga: Kontras Catat 645 Kekerasan Libatkan Polisi dalam Setahun
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.