JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan negara mengalami kerugian keuangan hingga atau Rp 20,4 miliar dalam kasus pengadaan di Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Basarnas).
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, pengadaan tersebut berupa pembelian truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle tahun 2014.
Menurut Asep, dugaan kerugian negara itu telah dihitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam Laporan Hasil Audit Kerugian Keuangan Negara.
Baca juga: KPK Periksa 2 Saksi dalam Kasus Korupsi Truk Angkut di Basarnas
“Ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp 20,4 miliar,” kata Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (25/6/2024).
Perkara ini menyeret tiga orang sebagai tersangka yakni, mantan Sekretaris Utama (Sestama) Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Basarnas) Max Ruland Boseke.
Kemudian, Kasubdit Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas periode 2013-2014 serta Direktur CV Delima Mandiri, William Widarta.
Asep menyebut, Max juga menjabat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sedangkan Anjar merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Basarnas.
Baca juga: KPK Periksa Kepala Baguna PDI-P, Dalami Dugaan Kongkalikong Pengadaan Truk Angkut Basarnas
Kasus ini bermula pada November 2013 ketika Basarnas mengusulkan Rencana Kerja Anggaran dan Kementerian (RKA-K/L).
Permohonan itu berdasar pada Rencana Strategis Badan SAR Nasional Tahun 2010- 2014. Di antaranya berupa truk angkut personel 4 WD dengan nilai Rp 47,6 miliar dan rescue carrier vehicle senilai Rp 48,7 miliar.
Proses pengajuan itu dimulai dengan rapat tertutup yang dihadiri Kepala Basarnas serta para pejabat eselon 1 dan 2.
Pada Januari 2014, setelah Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Basarnas ditetapkan, Max memberikan daftar calon pemenang kepada Anjar dan Tim Kelompok Kerja (Pokja) di Basarnas.
Daftar calon pemenang itu tidak hanya pengadaan truk dan rescue carrier, melainkan pekerjaan-pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2014 yang akan dilelang.
Termasuk di dalamnya adalah PT Tap Karya Abadi Prima, perusahaan yang dikendalikan William menjadi pemenang dalam lelang proyek.
Baca juga: KPK Periksa 2 Saksi dalam Kasus Korupsi Truk Angkut di Basarnas
Dalam pengadaan itu, Anjar menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) pengadaan truk dan rescue carrier menggunakan harga dan spesifikasi yang disusun pegawai William, Riki Hansyah.
Padahal, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 menyatakan, HPS seharusnya berdasar pada data harga pasar setempat dari hasil survei jelang pengadaan.
Pada Februari 2014, lelang diikuti William yang menggunakan tiga bendera perusahaan yakni, PT Trikarya Abadi Prima, PT Omega Raya Mandiri dan PT Gapura Intan Mandiri.
Pada bulan berikutnya, PT Trikarya Abadi Prima diumumkan sebagai pemenang lelang.
“Diketahui telah terdapat persekongkolan dalam pengadaan tersebut dan terdapat kesamaan IP Address peserta, surat dukungan, serta dokumen teknis penawaran dari PT Trikarya Abadi Prima,” tutur Asep.
Baca juga: KPK Tahan Eks Sestama Basarnas Terkait Dugaan Korupsi Pembelian Truk Angkut Personel
Pada Juni 2014, Max menerima uang dari William senilai Rp 2,5 miliar dan slip tarik tunai yang ditandatangani.
Kemudian, Max menggunakan uang itu untuk kebutuhan pribadinya termasuk membeli ikan.
“(Termasuk) untuk membeli ikan hias,” ujar Asep.
Para tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.