JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) mengungkapkan, hampir di setiap kasus korupsi yang terjadi terdapat faktor auditor internal yang kurang berperan aktif.
Tenaga Ahli Stranas PK Aksi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), Raden Bimo Gunung Abdul Kadir, temuan itu didukung berbagai kajian hingga pemberitaan media massa.
“Ini (korupsi atau kecurangan) kadang-kadang atau bahkan sering terjadi bahwa ada kelemahan internal auditor,” kata Bimo kepada wartawan, Minggu (9/6/2024).
Bimo menuturkan, pada 2017 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah bersurat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan tembusan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Kemudian, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Menurutnya, dalam surat itu KPK menyampaikan, auditor atau APIP yang ada di internal pemerintah daerah tidak efektif dan belum bekerja secara maksimal.
Mereka dinilai tidak memenuhi kaidah pengawasan yang sudah berlaku di dunia.
“APIP itu semestinya sebagai auditor bukan hanya melakukan watchdog kayak zaman dahulu, hanya, oh ada kejadian, datang, ada orang datang,” ujar Bimo.
Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK itu mengatakan, seharusnya APIP bergerak dan memahami tata kelola mulai dari perencanaan hingga pertanggungjawaban.
Mereka juga dituntut melakukan pengawasan hingga menyediakan konsultasi.
Setelah itu, kemudian disusun Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas PP Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.
Melalui PP ini, posisi dan fungsi APIP kemudian diperkuat, baik dari sisi independensi hingga obyektivitas.
Baca juga: Stranas PK Soroti Masalah Persetujuan Impor Susu
PP ini mengatur, bupati dan wali kota tidak bisa serta merta mengangkat, memutasi, atau memberhentikan APIP.
“Jadi kalau mau ada usulan seperti itu dia harus minta persetujuan dari gubernur untuk inspektorat kota maupun kabupaten,” tuturnya.
“Demikian juga untuk inspektorat di provinsi, dia harus minta izin persetujuan dari Menteri Dalam Negeri,” tambahnya.
Sementara, dari sisi obyektivitas, PP itu menyatakan APIP boleh melakukan pemeriksaan atas dugaan kecurangan di lingkungan pemerintah daerah tanpa persetujuan kepala daerah.
Hasil audit itu kemudian diserahkan kepada pejabat di atasnya seperti gubernur ketika pemeriksaan dilakukan di tingkat kabupaten atau kota.
“Dilaporkan ke yang lebih tinggi,” tutur Bimo.
Baca juga: Profil Rita Widyasari: Eks Bupati Kukar, Ikuti Jejak Ayah Korupsi Hingga Puluhan Mobil Disita KPK
Selain itu, PP tersebut juga mengatur agar APIP mendapatkan sekian persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Mereka juga mendapatkan tunjangan kinerja (Tukin) dengan jumlah yang lebih besar dari pejabat lain di daerah.
“SDM di APIP itu harus lebih mampu karena dia harus bisa mengetahui perencanaan from A to Z tadi,” kata Bimo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.