Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Drone : "Game Changer" Kekuatan Udara TNI AU

Kompas.com - 30/05/2024, 06:00 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Konflik antara Rusia dan Ukraina, serta yang terbaru antara Iran dan Israel, menjadi panggung hadirnya pesawat tanpa awak atau drone di dalam era peperangan modern. Kehadiran drone saat ini tak lagi hanya sekedar sebagai alat pengintai semata, tetapi sudah menjadi alat bantu militer dalam melancarkan serangan udara.

Pesatnya penggunaan drone tentu perlu dicermati oleh pemerintah dan TNI Angkatan Udara, terutama di dalam membangun postur kekuatan alat utama sistem senjata (alutsista) demi mengamankan wilayah kedaulatan udara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam serangan yang terjadi pada 14 April 2024 lalu itu, tak kurang dari 170 drone, 120 rudal balistik, dan 30 rudal jelajah yang digunakan Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) untuk melakukan serangan balasan terhadap Israel.

Serangan ini dilakukan usai Israel diduga menyerang konsulat Iran di Damaskus, Suriah, yang menewaskan 13 orang, termasuk Mayor Jenderal Mohammad Reza Zahed.

Baca juga: Fakta Serangan Iran ke Israel, Luncurkan 300 Drone dan 120 Rudal

Dalam kurun waktu lima jam usai ditembakkan, drone, rudal balistik dan rudal jelajah mulai masuk ke wilayah udara Israel usai menempuh perjalanan sepanjang kurang lebih 1.800 kilometer. Beruntung, negara yang dipimpin Perdana Menteri Benyamin Netanyahu ini memiliki sistem pertahanan udara Iron Dome, yang diklaim berhasil menghalau 99 persen serangan tersebut.

Keberhasilan Israel dalam menghalau serangan itu juga tidak terlepas dari bantuan Amerika Serikat, Inggris dan Perancis yang menembak jatuh rudal-rudal dan drone Iran sebelum memasuki perbatasan.

Selain itu, Yordania juga turut menembak jatuh beberapa rudal Iran yang menerobos wilayah udaranya.

Israel sendiri mengklaim bahwa serangan yang disebut IRGC sebagai "Operation True Promise" itu hanya menyebabkan kerusakan infrastruktur minor. Meskipun dalam sejumlah pemberitaan media massa menunjukkan bahwa beberapa fasilitas militer Israel mengalami kerusakan.

Al Jazeera bahkan melaporkan bahwa serangan itu berhasil membuat sirene serangan udara di 720 lokasi meraung-raung. Serta, terdengar sejumlah ledakan di seluruh kota-kota Israel, termasuk Tel Aviv dan Yerusalem.

Dalam video online yang dibagikan televisi pemerintah Iran, drone yang digunakan bergaya sayap delta yang menyerupai Shahed-136. Drone yang sama yang juga digunakan Rusia saat menghadapi Ukraina.

Shahed-136 atau yang dikenal Rusia sebagai Geran-2, merupakan drone ringan yang dirancang sebagai loitering munition, atau disebut juga drone kamikaze atau drone bunuh diri.

Drone buatan industri manufaktur pesawat terbang Iran, HESA, ini memiliki panjang 3,5 meter dan sayap selebar 2,5 meter. Dengan kecepatan maksimum 185 kilometer per jam dan berat 200 kilogram, drone ini bisa memuat bahan peledak seberat 36 kilogram dengan daya jangkau terbang mencapai 2.500 kilometer.

Selain itu, keunggulan dari drone tersebut adalah dapat terbang rendah dan sulit untuk dideteksi.

Baca juga: 31 Drone Ukraina Sasar Berbagai Wilayah Rusia

Sementara itu, militer Ukraina menggunakan drone Bayraktar TB2 buatan Turki, yang merupakan pesawat tempur nirawak (UCAV).

UCAV berjenis medium altitude long endurance (MALE) besutan Baykar, perusahaan pertahanan swasta Turki yang memiliki spesialisasi dalam UAV dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) ini, dapat diterbangkan dan dikendalikan dari jarak jauh atau otonom.

Berbeda dari Shahed-136 yang memiliki kemampuan kamikaze, Bayraktar TB2 lebih banyak digunakan untuk pengintaian dan surveilans untuk menemukan keberadaan musuh, memantau pergerakannya, hingga memandu tembakan artileri pertahanan ke arah mereka.

Jenis drone

Jika dilihat dari dua drone yang digunakan dalam dua pertempuran di atas, maka ada beberapa jenis drone yang perlu diketahui.

Berdasarkan NATO Standardization Agreement 4670, setidaknya ada tiga kelas system pesawat tanpa awak berdasarkan beratnya.

Kelas I memiliki berat kurang dari 150 kilogram, Kelas II memiliki berat antara 150 kilogram hingga 600 kilogram dan Kelas III memiliki berat di atas 600 kilogram.

Untuk Kelas I, NATO masih membaginya ke dalam tiga subkategori yaitu micro yang memiliki kemampuan terbang hingga 5 kilometer dengan ketinggian mencapai 200 kaki, seperti drone Black Hornet.

Lalu ada subkategori mini yang memiliki berat kurang dari 15 kilogram, dan mempunyai kemampuan terbang hingga radius 25 kilometer dengan ketinggian hingga mencapai 3.000 kaki, seperti drone Raven.

Serta subkategori kecil yang memiliki berat antara 15 kilogram hingga 150 kilogram dan kemampuan terbang hingga 50 kilometer dengan ketinggian hingga 5.000 kaki, seperti drone ScanEagle.

Ilustrasi drone.AFP PHOTO/JONATHAN NACKSTRAND Ilustrasi drone.

Sedangkan drone Kelas II atau drone taktis memiliki ketahanan penerbangan sekitar 10 jam dengan jangkauan maksimum antara 100-200 kilometer. Drone kelas ini juga mampu membawa muatan 70 kilogram dengan kecepatan tertinggi mencapai 200 kilometer/jam.

Umumnya ada sejumlah teknologi yang turut disematkan pada drone kelas ini, mulai dari sensor elektro optic, inframerah, laser penargetan, dan peralatan komunikasi. Selain itu, drone ini juga dilengkapi sistem persenjataan ringan.

Drone Kelas II menggunakan fixed wing sehingga memerlukan landasan pacu kecil untuk meluncurkannya. Contoh drone ini seperti Elbit Hermes 450.

Baca juga: Rusia Jatuhkan 17 Drone Ukraina yang Sasar Depot Bahan Bakar

Sedangkan drone Kelas III umumnya berupa Medium Altitute Long Endurance (MALE) maupun High Altituted Long Endurance (HALE) dengan kemampuan jelajah 24 jam atau lebih.

Selain dua subkategori di atas, drone Kelas III juga biasanya merupakan drone serang (strike/combat drone).

Sama seperti drone Kelas II, drone Kelas III umumnya menggunakan fixed wing dan dapat beroperasi pada jarak ribuan kilometer atau lebih tergantung pada peralatan komunikasi yang disematkan.

Beberapa contoh drone kelas ini yaitu Heron, Global Hawk dan Reaper.

Indonesia sendiri sebenarnya sempat membuat MALE drone, Elang Hitam, yang memiliki spesifikasi kombatan. Pengembangan drone ini dilakukan konsorsium enam lembaga dan PT Dirgantara Indonesia.

Roll out pesawat terbang tanpa awak kelas Medium Altitude Long Endurance (MALE) di PT Dirgantara Indonesia.((Kementerian Pertahanan RI)) Roll out pesawat terbang tanpa awak kelas Medium Altitude Long Endurance (MALE) di PT Dirgantara Indonesia.

Keenam lembaga itu adalah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kementerian Pertahanan, TNI Angkatan Udara, Institut Teknologi Bandung (ITB), PT Dirgantara Indoesia, dan PT LEN Industri (Persero).

Namun, riset Elang Hitam sebagai drone kombatan pada akhirnya dihentikan dan drone ini dialihfungsikan menjadi drone sipil.

Game changer

Di dalam perkembangannya, drone dinilai telah menjadi game changer di dalam era perang modern, khususnya pertempuran udara.

Menurut mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Chappy Hakim, aspek penting di dalam sebuah pertempuran udara adalah serangan tiba-tiba atau surprise attack.

Peristiwa Pearl Harbour tahun 1941, di mana pasukan Angkatan Laut (AL) Kekaisaran Jepang melakukan serangan kamikaze terhadap Armada Pasifik AL Amerika Serikat yang tengah berlabuh di Pangkalan AL Pearl Harbor, Hawaii menjadi contoh nyata efektifitas surprise attack.

Selang 60 tahun kemudian, AS Kembali mendapatkan surprise attack setelah kelompok al-Qaeda membajak empat pesawat komersial yang hendak terbang ke California pada 11 September 2001.

Baca juga: Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Dua pesawat di antaranya digunakan untuk menabrak menara kembar World Trade Center (WTC) di New York. Pesawat ketiga digunakan untuk menyerang Pentagon, sedangkan pesawat keempat jatuh di sebuah pedesaan di wilayah Pennsylvania.

Chappy mengatakan, selama 20 tahun terakhir, tidak ada gagasan baru di dalam pengembangan teknologi jet tempur. Namun, hal berbeda justru dialami drone yang disebutnya sebagai bagian dari perang siber.

"Sudah terjadi disrupsi di air war. Drone lebih efisien karena bagian dari cyber war, punya AI. Dari AI, dia terangkum dalam sistem komando pengendalian yang satellite base. Orang sering menyebutnya star war, karena terjadinya di luar angkasa. Sekarang orang akan mengandalkan drone untuk menyerang," ucap Chappy dalam wawancara eksklusif dalam program BRIGADE Podcast, yang tayang pada kanal YouTube Kompas.com, pada Rabu (29/5/2024).

Salah satu keuntungan penggunaan drone dalam pembangunan sistem pertahanan dan serangan udara adalah harganya yang lebih murah, teknologi yang relatif lebih mudah dibuat dan dikembangkan, serta efektifitas di dalam melakukan manuver untuk menyerang target tertentu, dibandingkan jet tempur.

Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia ini mencontohkan, ketika AS membalas serangan al-Qaeda akibat peristiwa 9/11, drone memainkan peranan penting di dalam keberhasilan operasi rahasia itu.

CIA, misalnya, mengerahkan MQ-1 Predator, pesawat nirawak atau unmanned aerial vehicle (UAV) untuk memburu keberadaan pimpinan Al Qaeda, Osama bin Laden pada Mei 2011. Setelah berhasil mengidentifikasi keberadaannya, pasukan Navy Seal AS kemudian melakukan penyerbuan di lokasi persembunyian Osama hingga menewaskannya.

"Waktu AS menyerang Afghanistan, Suriah, karena marah (terhadap) al-Qaeda, itu serang pakai drone. Pilotnya di Nevada. Kita bayangkan bagaimana perkembangan perang yang pengaruhi sistem pertahanan," ujarnya.

Baca juga: Serangan Israel ke Iran Sengaja Dibatasi Cakupannya

Operasi menggunakan drone pun kembali dilakukan AS untuk memburu orang kepercayaan Osama yang lain pada tahun-tahun berikutnya. Terbaru, Presiden AS Joe Biden memerintahkan serangan di wilayah Kabul, Afghanistan setelah intelijen meyakini menemukan lokasi pemimpin Al-Qaeda, Ayman al-Zawahiri.

Setelah mempelajari kebiasaan sehari-hari Zawahiri, serangan menggunakan pesawat nirawak digunakan. Dua rudal Hellfire yang ditembakkan berhasil menghantam balkon rumah Zawahiri.

Serangan terhadap Zawahiri pada tahun 2022 itu hanya menewaskan sang pemimpin. Hal ini lantaran rudal Hellfire model R9X yang ditembakkan memiliki serangan terukur dan minim ledakan karena tidak dipersenjatai dengan hulu ledak, sehingga tidak menyebabkan kerusakan masif.

Penggunaan R9X tentu telah mempertimbangkan dampak yang mungkin terjadi terhadap masyarakat sipil yang tak bersalah apabila hulu ledak digunakan untuk menyasar target operasi.

"Drone adalah bagian dari perang udara. Dia jadi sangat istimewa karena metode yang paling menguntungkan dari air war itu surprise attack. Orang diserang dengan surprise attack pasti kalah," ucap Chappy.

Baca juga: Jokowi Minta TNI-Polri Berani Manfaatkan Teknologi dan Waspadai Drone

Dalam contoh lainnya, Presiden Joko Widodo mengungkit kasus tewasnya Mayor Jenderal Qasem Soleimani, komandan Garda Revolusi Iran, akibat serangan drone yang dikendalikan dari jarak jauh.

Halaman:


Terkini Lainnya

Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Nasional
Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Nasional
MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

Nasional
Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Nasional
Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Nasional
Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Nasional
Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Nasional
DPR Sebut Ada Indikasi Kemenag Langgar UU Karena Tambah Kuota Haji ONH Plus

DPR Sebut Ada Indikasi Kemenag Langgar UU Karena Tambah Kuota Haji ONH Plus

Nasional
Punya Kinerja Baik, Pertamina Raih Peringkat 3 Perusahaan Terbesar Fortune 500 Asia Tenggara 2024

Punya Kinerja Baik, Pertamina Raih Peringkat 3 Perusahaan Terbesar Fortune 500 Asia Tenggara 2024

Nasional
Gugat ke MK, Dua Mahasiswa Minta Syarat Usia Calon Kepala Daerah Dihitung saat Penetapan

Gugat ke MK, Dua Mahasiswa Minta Syarat Usia Calon Kepala Daerah Dihitung saat Penetapan

Nasional
Satgas Judi 'Online' Dibentuk, Kompolnas Minta Polri Perkuat Pengawasan Melekat

Satgas Judi "Online" Dibentuk, Kompolnas Minta Polri Perkuat Pengawasan Melekat

Nasional
Pemerintah Diminta Fokuskan Bansos Buat Rakyat Miskin, Bukan Penjudi 'Online'

Pemerintah Diminta Fokuskan Bansos Buat Rakyat Miskin, Bukan Penjudi "Online"

Nasional
Pemerintah Diminta Solid dan Fokus Berantas Judi 'Online'

Pemerintah Diminta Solid dan Fokus Berantas Judi "Online"

Nasional
Ada Anggota DPR Main Judi Online, Pengamat: Bagaimana Mau Mikir Nasib Rakyat?

Ada Anggota DPR Main Judi Online, Pengamat: Bagaimana Mau Mikir Nasib Rakyat?

Nasional
Muhadjir Usul Sanksi Pelaku Judi 'Online' Sebaiknya Diperberat

Muhadjir Usul Sanksi Pelaku Judi "Online" Sebaiknya Diperberat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com