Menurut catatan BPS pada Maret 2023, Provinsi Aceh memiliki tingkat kemiskinan tertinggi nomor 6, dengan tingkat kemiskinan 14,45 persen, tidak dimenangkan oleh pasangan Prabowo-Gibran.
Sementara, Bali dengan tingkat kemiskinan terendah sebesar 4,25 persen, justru dimenangkan oleh pasangan Prabowo-Gibran.
Sehingga, ada pengabaian asumsi lain yang seharusnya dilibatkan pada analisis yang dilakukan oleh saksi ahli.
Tambahan informasi yang disampaikan oleh saksi ahli, terkait masyarakat dengan penghasilan rendah dan berpendidikan rendah cenderung bersifat myopic atau hanya melihat dalam jarak pendek merupakan dampak langsung bukan kondisi eksternalitas.
Jangka pendek, penduduk akan menerima seluruh pemberian, baik bantuan sosial maupun uang dari peserta pemilu, untuk memenuhi kebutuhan harian. Bukan pada keputusan memberikan suara pada salah satu paslon tertentu.
Sementara, hasil survei pascapemilu (post-election survey) ini dilakukan LSI pada 19-21 Februari 2024, yang menunjukkan bahwa sebagian besar penerima bansos adalah pemilih Prabowo-Gibran, justru mengesampingkan fakta bahwa ada 13,1 persen penerima bansos yang memilih Ganjar-Mahfud dan 17,6 persen adalah pemilih Anis-Muhaimin.
Jika asumsi keterangan ahli bahwa bantuan sosial berdampak pada suara pasangan capres dan cawapres, maka kedua pasangan selain pasangan 02 juga menerima dampak tidak langsung secara positif (externalitas positif) pada perolehan suara.
Terakhir sebagai pengingat, setiap angka statistik memiliki banyak sisi yang perlu didalami, perilaku apa yang terjadi sebelum dan sesudah kejadian itu terjadi.
Karena angka apapun yang dihasilkan, bisa dilihat dengan cara yang menguntungkan maupun merugikan, bahkan tanpa harus mengubah apa pun pada datanya.
Tentu tulisan ini bukan maksud untuk menggurui, namun mengingatkan kembali bahwa angka statistik seperti dua mata pisau. Berbahaya jika digunakan untuk framing politik tertentu, dan bermanfaat jika dijadikan acuan pengambilan kebijakan.
Tanpa sudut pandang yang objektif, pembaca angka berpotensi menjadi mutant statistics.
Seperti halnya yang disampaikan Enrico Giovani, Kepala Divisi Statistic Organization for Economic Co-operation and Development, pada “Statistics and Politics in a Knowledge Society”, yang menulis “Even correct data can be incorrectly interpretated, resulted in what some call as mutant statistics.”
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.