Dampaknya, perilaku seseorang dalam menentukan keputusan memilih calon 02, terganggu oleh variabel bantuan lain yang sebaiknya diuji juga dampaknya.
Dampak langsung bantuan sosial adalah peningkatan pendapatan, sayangnya tidak semua bantuan tersebut digunakan untuk konsumsi.
Secara teori, ada tiga perilaku penerima bansos yang bakal terjadi, yaitu ditabung, membayar hutang, dan konsumsi. Sehingga, tidak semua penerima bansos keluar dari garis kemiskinan.
Implikasinya, penurunan kemiskinan akibat bansos yang disampaikan saksi ahli, memiliki celah masalah.
Perubahan konsumsi sebenarnya dapat dilihat dari hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas), bahwa peningkatan konsumsi penduduk miskin yang penerima bansos sangatlah rendah.
Sebagai gambaran dari Susenas 2021-2022, peningkatan konsumsi penduduk miskin yang menerima bansos tunai meningkat sekitar Rp 29.000 per bulan, sementara yang tidak miskin mengalami peningkatan pengeluaran signifikan, lebih dari Rp 70.000 per bulan.
Hal ini menyiratkan bahwa orang yang tidak miskin jauh lebih diuntungkan.
Konsekuensinya, angka kemiskinan tidak cukup menjadi proksi penduduk penerima bansos. Lebih-lebih lagi, penerima bantuan sosial merata pada seluruh penduduk miskin, tidak peduli apakah penduduk tersebut memilih calon 01, 02, atau 03.
Hal ini sesuai dengan hasil exit-pool Litbang Kompas, bahwa penerima bansos merata di ketiga kandidat.
Saat saksi ahli menggunakan data tingkat kemiskinan sebagai proksi penerima bansos, implikasinya mengesampingkan kondisi awal perilaku pemilih yang sebenarnya tidak tercermin seluruhnya pada data.
Dampaknya, analisis statistik yang dihasilkan tidak objektif dan jika dipaksakan maka membentuk framing seakan-akan bansos berdampak langsung perolehan suara capres-cawapres tertentu.
Selanjutnya, ada dua kondisi dampak tidak langsung pemberian bantuan sosial menjelang elektoral, yaitu pada kondisi ideal dan tidak ideal.
Pada kondisi ideal, asumsi bahwa pemberian bansos akan berdampak positif dan signifikan pada perolehan suara calon yang didukung petahana, jika data yang digunakan adalah data Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bansos dan peluang dari penduduk untuk memilih salah satu capres-cawapres yang dipersangkakan.
Sayangnya, angka kemiskinan merupakan cerminan masalah multidinemsi. Sehingga banyak dependensi atau faktor penyebab yang tidak diperhitungkan, bukan sekadar menerima bansos atau tidak.
Terbukti, tingkat kemiskinan yang tinggi dan rendah tak mampu memenangkan pasangan Prabowo-Gibran.