Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasto Bilang Jokowi Ingin Rebut Kursi Megawati, Dasco: Itu Masalah Internal

Kompas.com - 04/04/2024, 13:33 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Koordinator Strategis Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Sufmi Dasco Ahmad heran dengan isu Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin merebut kursi Ketua Umum (Ketum) PDI-P dari Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri.

Dasco menegaskan itu adalah masalah internal partai politik (parpol) yang tidak layak dibongkar ke publik.

"Saya juga heran dengan isu seperti itu. Karena sebenarnya itu masalah internal parpol yang sebaiknya dibicarakan di internal dan kemudian tidak diekspos ke publik," ujar Dasco saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (4/4/2024).

Baca juga: Hasto Ungkap Jokowi Sempat Utus Menteri agar Megawati Serahkan Kursi Ketum PDI-P

Dasco mengatakan, dirinya berharap semua partai politik di Indonesia baik-baik saja ketika menyiapkan transisi kepemimpinan.

Pasalnya, partai memiliki aturan dalam AD/ART masing-masing dalam menentukan pemimpin.

"Tetapi apapun itu kita berharap semua parpol yang ada di Indonesia ini baik-baik saja dalam melakukan transisi kepemimpinan dengan mekanisme yang sudah diatur dalam AD/ART masing-masing parpol," imbuhnya.

Diketahui, pernyataan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto soal Jokowi yang ingin merebut posisi Megawati Soekarnoputri menjadi sorotan publik.

Baca juga: PDI-P Gugat KPU ke PTUN, Gerindra: Walaupun Aneh, Boleh-boleh Saja

Menurut Hasto, upaya mengambil alih kursi ketua umum dilakukan Jokowi jauh sebelum pemilihan umum (Pemilu) 2024 berlangsung.

"Rencana pengambilalihan Partai Golkar dan PDI Perjuangan. Jadi jauh sebelum pemilu, beberapa bulan, antara lima sampai enam bulan. Ada seorang menteri, ada super power full, ada yang power full. Supaya enggak salah, ini ditugaskan untuk bertemu Ryaas Rasyid oleh Presiden Jokowi," kata Hasto dalam diskusi itu.

Ryaas diketahui adalah guru besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).

Menurut Hasto, Ryaas ditugaskan Jokowi untuk membujuk Megawati agar kepemimpinan PDI-P diserahkan pada Jokowi.

Hasto mengatakan, hal itu dilakukan dalam rangka menjadi kendaraan politik Jokowi.

Baca juga: Puan Jawab Peluang PDI-P Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

"Pak Ryaas Rasyid ditugaskan untuk membujuk Bu Mega, agar kepemimpinan PDI Perjuangan diserahkan kepada Pak Jokowi. Jadi dalam rangka kendaraan politik. Untuk 21 tahun ke depan," ujarnya.

Lebih lanjut, Hasto mengatakan, upaya-upaya yang dilakukan Jokowi perlu diwaspadai semua pihak, tidak hanya PDI-P.

Melihat upaya tersebut, Hasto menjadi teringat akan sosok Presiden Kedua RI Soeharto yang juga dinilai ingin mempertahankan kekuasaan.

"Nah ini harus kita lihat, mewaspadai bahwa ketika berbagai saripati kecurangan pemilu 1971, yang menurut saya 1971 saja enggak cukup, ditambah 2009, menghasilkan 2024 kendaraan politiknya sama," kata Hasto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Nasional
Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Nasional
Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Nasional
Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Nasional
Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis 'Mercy'

Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis "Mercy"

Nasional
26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

Nasional
Soal Perintah 'Tak Sejalan Silakan Mundur', SYL: Bukan soal Uang, tapi Program

Soal Perintah "Tak Sejalan Silakan Mundur", SYL: Bukan soal Uang, tapi Program

Nasional
Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Nasional
[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

Nasional
MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

Nasional
Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com