Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Furqan Jurdi
Praktisi Hukum dan Penulis

Aktivis Muda Muhammadiyah

Membuktikan Kecurangan TSM dalam Sengketa Pilpres

Kompas.com - 04/04/2024, 08:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kedua; penyelenggara pemilu tidak netral, tidak independen, tidak profesional. Ketiga, politisasi bansos oleh Presiden Jokowi dan paslon 02.

Keempat, pengerahan aparat negara hingga kepala desa. Kelima, penggunaan kekuasaan oleh Presiden Jokowi untuk memenangkan paslon 02. Keenam, pengerahan TNI-Polri untuk mengintimidasi masyarakat agar memilih 02.

Kalau membaca sekilas posita para pemohon kepada paslon 02 dengan keterlibatan aparat negara, pembagian bansos dan pengerahan TNI-Polri, rasa-rasanya MK akan memutus bahwa Presiden Jokowi telah melakukan pelanggaran hukum dan dengan demikian apakah akan berakibat pada perolehan suara (kemenangan) Prabowo-Gibran?

Namun kalau dugaan tentang KPU dan Bawaslu yang tidak independen, tidak netral dan tidak profesional dapat dibuktikan, maka dapat menjadi alasan bagi MK untuk mengabulkan petitum para pemohon.

Yurisprudensi pelanggaran administrasi TSM

Kalau membaca pola pelanggaran administrasi pemilu TSM dari putusan-putusan MK yang memengaruhi putusan sengketa hasil pemilu, tentu dalil dalam uraian para pemohon dapat diklasifikasi sebagai pelanggaran TSM.

Sebab dari yurisprudensi MK dalam menangani sengketa pemilihan kepala daerah, dapat kita baca, pelanggaran itu dapat diklasifikasi TSM apabila pelanggaran ini benar-benar direncanakan secara matang/by design (sistematis); pelanggaran tersebut dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun aparat penyelenggara Pemilu secara kolektif, bukan aksi individual (terstruktur); pelanggaran itu berdampak sangat luas dan bukan sporadis (masif).

Misalnya, MK pernah memutus perselisihan hasil Pilkada dengan mendiskualifikasi calon Bupati Kabupaten Yalimo Erdi Dabi yang tidak memenuhi syarat karena diancam dengan pidana penjara di atas 5 tahun.

Begitu juga ketika MK mendiskualifikasi calon Bupati Sabu Raijua karena masalah kewarganegaraan. Kemudian perselisihan hasil Pilkada Boven Digul, MK mendiskualifikasi calon karena tidak memenuhi syarat.

Semua perkara tersebut diadili setelah berlakunya UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Apakah mungkin pencalonan Prabowo-Gibran dapat dibatalkan karena alasan tidak memenuhi syarat?

Kalau merujuk pada Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023) yang diputus sebelum pencalonan Gibran, tentu sah menurut hukum. Putusan MK berlaku seketika, ketika diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.

Namun, perdebatan kemudian muncul, bukankah pendaftaran Prabowo-Gibran dilakukan sebelum adanya perubahan aturan pelaksana dari KPU (PKPU)? Pintu ini menjadi perdebatan hingga sidang MK yang berlangsung sekarang ini.

MK juga pernah memutus sengketa Pilkada Jawa Timur pada 2008 dengan membatalkan keputusan KPU Jawa Timur tentang rekapitulasi hasil perhitungan suara sepanjang itu mengenai hasil rekapitulasi hasil di Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, dan Kabupaten Pamekasan, karena ditemukan bukti terjadi pelanggaran administrasi TSM dalam proses pemilu hingga rekapitulasi di tiga kabupaten tersebut.

Namun yang diperhatikan, bahwa tahun 2022, MK mengeluarkan putusan Nomor 85/PUU-XX/2022, MK mengubah pandangannya dengan tidak lagi membedakan antara rezim Pemilu dan rezim Pilkada, sehingga dalam putusannya MK berwenang untuk memutus perselisihan hasil
tentang Pilkada secara permanen.

Apakah menyamakan kembali Pilkada dengan Pemilu nasional ke dalam rezim pemilu oleh MK dapat memengaruhi persepsi MK dalam memutus PHPU Pilpres 2024? Ini yang kita tunggu.

Namun secara konstitusional, pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum adalah dua rezim pemilihan yang berbeda.

Pemilu diatur dalam Pasal 22E, sementara pemilihan kepala daerah diatur dalam pasal 18 ayat (4) yang berbeda dengan pemilu.

Perbedaan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 18 ayat (3) yang menyebutkan “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum”.

Artinya DPRD dipilih melalui pemilihan umum yang 5 (lima) tahun sekali itu.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com