Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Furqan Jurdi
Praktisi Hukum dan Penulis

Aktivis Muda Muhammadiyah

Membuktikan Kecurangan TSM dalam Sengketa Pilpres

Kompas.com - 04/04/2024, 08:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sedangkan dalam ayat (4) “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis”, artinya berbeda dari rezim pemilu.

Pertanyaannya, apakah yurisprudensi hukum MK dalam memutus perkara Pilkada dapat diterapkan ke dalam sengketa Pilpres?

Menurut hemat saya, kalau rezim Pilkada dianalogikan dengan rezim Pemilu tentu secara konstitusional tidak dapat disamakan.

Keduanya memiliki tingkatan berbeda dan konsep pemilihan berbeda, tentu secara hukum tidak dapat dibenarkan menganalogikan dua hal yang jauh berbeda dan tidak sebanding.

Menanti Putusan MK

Semua pihak yang berkepentingan dan para pemerhati politik, hukum, dan kepemiluan sedang menyimak sidang sengketa PHPU di MK.

Apakah akan ada keajaiban atas permohonan yang diajukan oleh 01 dan 03 yang dapat memengaruhi keyakinan hakim untuk membatalkan keputusan KPU tentang Pencalonan Prabowo-Gibran dan membatalkan Keputusan KPU tentang rekapitulasi hasil pemilihan presiden dan wakil presiden?

Semua tenaga para kuasa hukum dan ahli yang dihadirkan oleh semua pihak terkait dalam PHPU ini mengupayakan untuk memenangkan keyakinan hakim terutama pihak pemohon dan pihak terkait yang memiliki kepentingan dan hubungan langsung dengan perkara.

Kalau kita menelusuri sidang PHPU di MK, tentu kita akan menemukan, dalam sejarah sengketa Pilpres Indonesia, MK selalu berpendirian pada fakta-fakta yang dapat memengaruhi hasil perolehan suara.

Bukan sekadar asumsi, atau masalah konstitusionalitas, karena sengketa pemilu bukan sengketa konstitusionalitas norma, melainkan sengketa administratif yang dapat mengubah hasil pemilu, seperti membatalkan kemenangan atau mendiskualifikasi calon karena pelanggaran.

Kalau misalnya para pemohon dalam PHPU Pilpres mendalilkan terjadi pelanggaran TSM dan meminta diadakan pemungutan suara ulang, dan syarat PSU dilaksanakan apabila terdapat pelanggaran sebagaimana dalam pasal 372 UU 7/2017.

Seandainya ditemukan adanya bukti sebagai syarat dilakukan PSU, tentu tidak seluruh Indonesia, melainkan tempat tertentu yang terbukti terjadi pelanggaran administrasi TSM.

Selain itu, tempat diadakannya pemilihan suara ulang harus dapat mengubah perolehan suara atau setidak-tidaknya menurut pemohon (01) dapat menghasilkan putaran kedua pada Pilpres 2024.

Namun permohonan bukan hanya mengharapkan putaran kedua, tapi diskualifikasi paslon 02.

Pertanyaannya apa sebenarnya yang diminta oleh para pemohon? Diskualifikasi atau pemungutan suara ulang atau diskualifikasi Gibran saja?

Tentu semua dalil yang dimohonkan sudah dibaca dengan teliti oleh pemohon, apakah posita dalam permohonan berkesesuaian dengan petitum yang dimohonkan atau apakah permohonan dengan permintaan yang jelas-jelas memiliki perbedaan secara substansial seperti itu dapat diterima atau tidak oleh MK.

Sambil mengikuti perkembangan, kita menunggu seperti apa hasil sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum di MK berakhir. Mungkinkah ada pemungutan suara ulang atau diskualifikasi paslon, atau mungkin juga dua-duanya akan gagal? Kita tunggu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Nasional
Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Nasional
KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

Nasional
Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Nasional
Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Nasional
Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Nasional
Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Nasional
Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Nasional
Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Nasional
Mengganggu Pemerintahan

Mengganggu Pemerintahan

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan kepada 2 Anak SYL, Capai Miliaran Rupiah?

Daftar Aliran Uang Kementan kepada 2 Anak SYL, Capai Miliaran Rupiah?

Nasional
Jokowi Rapat Bahas Aksesi OECD dengan Menko Airlangga dan Sri Mulyani

Jokowi Rapat Bahas Aksesi OECD dengan Menko Airlangga dan Sri Mulyani

Nasional
Korban Banjir Lahar di Sumbar hingga 16 Mei: 67 Orang Meninggal, 20 Warga Hilang

Korban Banjir Lahar di Sumbar hingga 16 Mei: 67 Orang Meninggal, 20 Warga Hilang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com