Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Curiga Ada “Back Up” di Balik Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Kompas.com - 03/04/2024, 11:29 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih curiga ada pihak-pihak yang melindungi kasus dugaan korupsi timah yang menjerat suami dari aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis.

Menurut dia, kasus ini membuktikan lemahnya pengawasan negara terhadap aktivitas penambangan liar.

“Apakah hanya karena tidak ada pengawasan ataukah karena kenapa dia berani sekali sekian lama (melakukan penambangan ilegal)? Ataukah ada orang-orang tertentu yang menikmati hasil kejahatannya tetapi tidak masuk di nama-nama ini yang kita sebut sebagai beneficial ownership?” kata Yenti dalam program Obrolan Newsroom Kompas.com, Selasa (3/4/2024).

Yenti heran PT Timah Tbk yang notabene merupakan anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa “kebobolan” hingga tujuh tahun lamanya dalam kasus ini, terhitung sejak tahun 2015 hingga 2022.

Apalagi, luas lahan hasil penambangan liar mencapai lebih dari 81.000 hektare. Padahal, penambangan liar merupakan aktivitas yang kasat mata.

Oleh karenanya, menurut dia, tak menutup kemungkinan ada campur tangan dari pihak-pihak tertentu untuk melanggengkan aktivitas penambangan ilegal ini, yang hingga kini namanya belum terungkap.

Baca juga: Kejagung Periksa Pengusaha RBS di Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

“Belum lagi, adakah yang mem-back up mereka sehingga mereka itu aman-aman saja, ataukah justru dari pihak negara sendiri?” ujar Yenti.

Yenti pun meyakini bahwa ada unsur tindak pidana pencucian uang dalam kasus yang menyeret Harvey Moeis ini. Ia yakin, sejumlah mobil dan jam tangan mewah yang baru-baru ini disita oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dari Harvey merupakan hasil dari pencucian uang.

“Korupsi atau kejahatan ekonomi paradigmanya mudah sekali. Dia korupsi apa, dapat apa dari korupsi? Dapat uang, terima gratifikasi,” kata Yenti.

“Lalu yang disita apa? Rumah, mobil. Itu namanya TPPU, karena dari uang hasil korupsi itu sudah dibelikan mobil. Jadi sesederhana itu TPPU,” lanjutnya.

Menurut Yenti, setiap kasus dugaan korupsi mestinya langsung diikuti dengan pengusutan tindak pidana pencucian uang. Sehingga, penegakan hukum bukan hanya fokus pada upaya memenjarakan pelaku karena kasus korupsi, tetapi juga bagaimana memulihkan kerugian negara.

Sedianya, Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 18, mengatur tentang pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

Akan tetapi, menurut Yenti, ketentuan tersebut sangat lemah. Ada celah yang memungkinkan pelaku tindak pidana korupsi menolak untuk membayar uang pengganti.

Sementara, jika dijerat pasal TPPU, pelaku dapat dimiskinkan sehingga harta benda hasil pencucian uang bisa dikembalikan ke negara.

“Jadi harusnya secepat itu penegak hukum langsung menggunakan sangkaan TPPU,” tutur Yenti.

Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan suami dari aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi. Harvey terjerat kasus tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.

Dalam kasus ini, Harvey diduga bertindak sebagai perpanjangan tangan atau pihak yang mewakili PT RBT. Selama tahun 2018-2019, Harvey bersama-sama dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias RS, kongkalikong mencari keuntungan dalam kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.

“Sekira tahun 2018 sampai dengan 2019, saudara HM ini menghubungi Direktur Utama PT Timah yaitu saudara MRPT alias Saudara RS dalam rangka untuk mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah," jelas Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (27/3/2024).

Baca juga: Selain 2 Mobil Mewah, Kejagung Juga Sita Sejumlah Barang Bukti Elektronik dari Harvey Moeis

Dengan penetapan Harvey sebagai tersangka, total ada 16 tersangka dalam kasus ini. Beberapa tersangka yang sudah ditetapkan, yakni, inisial MRPP alias RS selaku Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021 dan tersangka EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2017-2018.

Selain itu, ada sejumlah pihak swasta lain, di antaranya crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim selaku Manager PT QSE.

Terkini, Kejagung telah menggeledah kediaman Harvey di kawasan Jakarta Selatan. Dari penggeledahan itu, Kejagung menyita dua mobil dan sejumlah jam tangan mewah.

Selain dugaan korupsi, Kejagung tengah mengembangkan kasus ini ke ranah TPPU. Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Kuntadi mengatakan, pasal TPPU akan dikenakan ke Harvey Moeis dan Helena Lim.

“Setiap penanganan perkara tindak pidana korupsi kami selalu menelusuri juga potensi adanya TPPU sehingga itu sudah menjadi protap kami, TPPU sudah kita lakukan, bahkan Helena lim sudah kita sangkakan dalam TPPU, tidak tertutup kemungkinan terhadap HM (Harvey Moeis)," kata Kuntadi di Gedung Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Senin (1/4/2024).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Di WWF 2024, Pertamina NRE Paparkan Upaya Mencapai Pertumbuhan Bisnis Rendah Emisi

Di WWF 2024, Pertamina NRE Paparkan Upaya Mencapai Pertumbuhan Bisnis Rendah Emisi

Nasional
Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Jokowi: Ditanyakan ke yang Tak Mengundang, Jangan Saya

Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Jokowi: Ditanyakan ke yang Tak Mengundang, Jangan Saya

Nasional
Akrab dengan Puan di Bali, Jokowi: Sudah Lama Akrab dan Baik dengan Mbak Puan

Akrab dengan Puan di Bali, Jokowi: Sudah Lama Akrab dan Baik dengan Mbak Puan

Nasional
Jaksa: Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Kembalikan Uang Rp 40 Miliar dalam Kasus Korupsi BTS 4G

Jaksa: Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Kembalikan Uang Rp 40 Miliar dalam Kasus Korupsi BTS 4G

Nasional
WIKA Masuk Top 3 BUMN dengan Transaksi Terbesar di PaDi UMKM

WIKA Masuk Top 3 BUMN dengan Transaksi Terbesar di PaDi UMKM

Nasional
Nadiem Janji Batalkan Kenaikan UKT yang Nilainya Tak Masuk Akal

Nadiem Janji Batalkan Kenaikan UKT yang Nilainya Tak Masuk Akal

Nasional
KPK Periksa Mantan Istri Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Mantan Istri Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih

Nasional
Bobby Resmi Gabung Gerindra, Jokowi: Sudah Dewasa, Tanggung Jawab Ada di Dia

Bobby Resmi Gabung Gerindra, Jokowi: Sudah Dewasa, Tanggung Jawab Ada di Dia

Nasional
Kapolri Diminta Tegakkan Aturan Terkait Wakapolda Aceh yang Akan Maju Pilkada

Kapolri Diminta Tegakkan Aturan Terkait Wakapolda Aceh yang Akan Maju Pilkada

Nasional
Jelaskan ke DPR soal Kenaikan UKT, Nadiem: Mahasiswa dari Keluarga Mampu Bayar Lebih Banyak

Jelaskan ke DPR soal Kenaikan UKT, Nadiem: Mahasiswa dari Keluarga Mampu Bayar Lebih Banyak

Nasional
Kasus BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Kasus BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Nasional
Kemensos Gelar Baksos di Sumba Timur, Sasar ODGJ, Penyandang Kusta dan Katarak, hingga Disabilitas

Kemensos Gelar Baksos di Sumba Timur, Sasar ODGJ, Penyandang Kusta dan Katarak, hingga Disabilitas

Nasional
Nadiem Tegaskan Kenaikan UKT Hanya Berlaku bagi Mahasiswa Baru

Nadiem Tegaskan Kenaikan UKT Hanya Berlaku bagi Mahasiswa Baru

Nasional
Eks Penyidik Sebut Nurul Ghufron Seharusnya Malu dan Mengundurkan Diri

Eks Penyidik Sebut Nurul Ghufron Seharusnya Malu dan Mengundurkan Diri

Nasional
Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com