JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih, mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) segera melakukan asset recovery act atau pemulihan aset dalam kasus dugaan korupsi timah yang melibatkan suami selebritas Sandra Dewi, Harvey Moeis.
Sebab, kerugian yang diduga dialami negara dalam kasus ini jumlahnya fantastis, mencapai Rp 271 triliun.
“Oleh karenanya kesempatan ini juga, harus segera bikin asset recovery act, harus segera supaya dari sejak awal ini, kita langsung melihat aset-aset yang tidak jelas,” kata Yenti dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Jumat (29/3/2024).
Menurut Yenti, asset recovery act dalam kasus ini bisa dilakukan dengan merampas atau menyita aset para tersangka.
Apalagi, untuk menutupi kejahatannya, para tersangka membuat banyak perusahaan boneka. Yenti menyebut, Kejagung harus lebih dulu mencermati perusahaan-perusahaan cangkang tersebut.
Baca juga: Pakar Hukum Duga Ada Orang Kuat Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis
“Perusahaan cangkang ini, perusahaan boneka ini, kita juga lihat apakah memang ada izinnya, ataukah izinnya diada-adakan atau ada pemalsuan, pemalsuan itu memang ada tapi dipalsukan, punya orang dianggap, ataukah memang tidak ada kemudian dipalsukan,” ujar Yenti.
“Sebetulnya, apa pun modusnya harus dibongkar oleh Kejaksaan Agung, kalau ada PT yang cangkang- cangkang ini kan, kan ini pasti ada pemalsuan ya kan, karena masuk ke PT-PT ini. Ternyata PT-PT itu tidak ada sebagai anak perusahaan atau memang PT yang dibuat seolah-olah anak perusahaannya, PT-PT boneka,” lanjutnya.
Penyitaan aset, kata Yenti, mungkin dilakukan terhadap aset-aset yang dicurigai berkaitan dengan praktik kejahatan yang dilakukan para tersangka.
Langkah ini dianggap sebagai pintu masuk yang cepat untuk menyelamatkan uang negara.
“Misalnya dicurigai ada satu pabrik atau hotel atau apa yang kemungkinan berkaitan dengan orang-orang ini, maka langsung kita membikin satu pengadilan gugatan atau permohonan kepada pengadilan negeri yang memohon adalah penyidik atau Kejaksaan untuk melawan barang tersebut. Apakah barang tersebut memang betul-betul hasil kejahatan atau bukan,” jelas Yenti.
Lebih lanjut, Yenti meyakini, jumlah tersangka kasus korupsi timah ini akan terus bertambah jika dilakukan pengembangan.
Ia memperkirakan, jumlah tersangka bisa mencapai 2-3 kali lipat dari yang sudah ditetapkan saat ini seandainya kasus tersebut diusut lewat pasal TPPU.
“Kalau dikejarnya pakai TPPU, itu nanti bisa menghasilkan mungkin dua kali lipat tersangka yang ada sekarang ini. Bisa jadi tiga kali lipat juga,” kata Yenti.
Menurut Yenti, bukan tidak mungkin uang korupsi para tersangka dalam kasus ini mengalir ke orang-orang terdekat mereka, seperti suami atau istri. Oleh karenanya, ke depan mestinya dilakukan pengembangan atas kasus ini, dikaitkan dengan pasal dugaan TPPU.
“Kita harus lihat, istrinya ini menerima, menikmati, difasilitasi tidak hidupnya dengan hasil kejahatan yang diterima oleh suaminya itu,” ujar Yenti.