Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Sengketa Pilpres, Ahli Sebut KPU Harusnya Keluarkan Juknis Usai Ubah PKPU Tindak Lanjuti Putusan MK

Kompas.com - 02/04/2024, 12:54 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI I Gusti Putu Artha menilai KPU seharusnya mengeluarkan petunjuk teknis (juknis) menyusul perubahan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 dalam proses pendaftaran, verifikasi, dan penetapan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) pada penyelenggaraan pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

Adapun PKPU Nomor 19 Tahun 2023 perlu diubah karena adanya perubahan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sesuai putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dibacakan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 16 Oktober 2023.

Namun, KPU justru menerbitkan lebih dulu Surat Keputusan (SK) KPU Nomor 1378 usai MK memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tanpa mengubah PKPU Nomor 19 Tahun 2023.

SK KPU Nomor 1378 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Dalam Pemilihan Umum Tahun 2024

"Kalau boleh saya konstruksikan, idealnya ketika bicara prosedur ini, (perubahan) UU (Pemilu) muncul, maka PKPU Nomor 19 (Tahun 2023) muncul, maka harus keluar juknis majelis, yang berangkat dari PKPU 19 ini," kata I Gusti Putu Artha sebagai ahli kubu pasangan calon (paslon) nomor urut 3 dalam sidang sengketa Pilpres di Gedung MK, Jakarta, Senin (1/4/2024).

Baca juga: Berkaca dari Sengketa Tahun 2019, Ahli Sebut MK Bisa Usut Kecurangan TSM di Luar UU Pemilu

Dia mengungkapkan, idealnya juknis keluar seminggu sebelum tanggal pendaftaran capres-cawapres pada 16-25 Oktober 2024, agar bisa disosialisasikan kepada stakeholder.

"Paling tidak satu minggu sebelumnya agar bisa segera disosialisasikan dengan stakeholder. Ini kerangka hukumnya," ujar I Gusti Putu Artha.

Sejatinya, menurut dia, KPU sudah benar menindaklanjuti putusan nomor 90 dengan rapat-rapat perancangan keputusan, konsultasi, harmonisasi, dan meminta legalisasi ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Namun, prosedur menjadi kurang tepat ketika KPU menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 1378, bukan mengubah Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 yang menjadi aturan turunan UU Pemilu.

I Gusti Putu Artha berpandangan, SK KPU Nomor 1378 harusnya keluar usai PKPU diubah.

"Ini enggak match. Jadi maksud saya, kalau coba bercanda sedikit, ini kan sebetulnya anak tiri yang coba dikawinkan ke Peraturan (PKPU Nomor) 19 sebagai ibu kandung. Padahal, Ibu Kandungnya 1378 ini ada di tanggal 3 November," katanya.

"Setelah tanggal 3 November, begitu Peraturan KPU keluar, barulah keluar Keputusan KPU 1378 karena turunan dari perubahan putusan MK," ujarnya lagi.

Baca juga: Kubu Ganjar-Mahfud Hadirkan 19 Saksi-Ahli di Sidang Sengketa Pilpres, Ini Daftarnya

Lebih lanjut, I Gusti Putu Artha berpendapat, KPU seharusnya mengirim surat pemberitahuan hasil verifikasi dokumen syarat pencalonan dan persyaratan calon bahwa Gibran belum memenuhi syarat karena umur minimal bakal capres-cawapres paling rendah 40 tahun.

Menurut dia, Gibran tidak memenuhi syarat berdasarkan ketentuan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 pasal 13 ayat 1 huruf q. Lalu, bakal paslon memiliki kesempatan melakukan perbaikan berkas mengacu pada PKPU tersebut.

Namun, langkah itu tidak dilakukan oleh KPU karena ada SK KPU Nomor 1378.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Bobby Resmi Gabung Gerindra, Jokowi: Sudah Dewasa, Tanggung Jawab Ada di Dia

Bobby Resmi Gabung Gerindra, Jokowi: Sudah Dewasa, Tanggung Jawab Ada di Dia

Nasional
Kapolri Diminta Tegakkan Aturan Terkait Wakapolda Aceh yang Akan Maju Pilkada

Kapolri Diminta Tegakkan Aturan Terkait Wakapolda Aceh yang Akan Maju Pilkada

Nasional
Jelaskan ke DPR soal Kenaikan UKT, Nadiem: Mahasiswa dari Keluarga Mampu Bayar Lebih Banyak

Jelaskan ke DPR soal Kenaikan UKT, Nadiem: Mahasiswa dari Keluarga Mampu Bayar Lebih Banyak

Nasional
Kasus BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Kasus BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Nasional
Kemensos Gelar Baksos di Sumba Timur, Sasar ODGJ, Penyandag Kusta dan Katarak, hingga Disabilitas

Kemensos Gelar Baksos di Sumba Timur, Sasar ODGJ, Penyandag Kusta dan Katarak, hingga Disabilitas

Nasional
Nadiem Tegaskan Kenaikan UKT Hanya Berlaku Bagi Mahasiswa Baru

Nadiem Tegaskan Kenaikan UKT Hanya Berlaku Bagi Mahasiswa Baru

Nasional
Eks Penyidik Sebut Nurul Ghufron Seharusnya Malu dan Mengundurkan Diri

Eks Penyidik Sebut Nurul Ghufron Seharusnya Malu dan Mengundurkan Diri

Nasional
Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Nasional
Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Nasional
Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Nasional
Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

Nasional
Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Nasional
Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Nasional
Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat 'Geo Crybernetic'

Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat "Geo Crybernetic"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com