Salin Artikel

Sidang Sengketa Pilpres, Ahli Sebut KPU Harusnya Keluarkan Juknis Usai Ubah PKPU Tindak Lanjuti Putusan MK

Adapun PKPU Nomor 19 Tahun 2023 perlu diubah karena adanya perubahan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sesuai putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dibacakan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 16 Oktober 2023.

Namun, KPU justru menerbitkan lebih dulu Surat Keputusan (SK) KPU Nomor 1378 usai MK memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tanpa mengubah PKPU Nomor 19 Tahun 2023.

SK KPU Nomor 1378 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Dalam Pemilihan Umum Tahun 2024

"Kalau boleh saya konstruksikan, idealnya ketika bicara prosedur ini, (perubahan) UU (Pemilu) muncul, maka PKPU Nomor 19 (Tahun 2023) muncul, maka harus keluar juknis majelis, yang berangkat dari PKPU 19 ini," kata I Gusti Putu Artha sebagai ahli kubu pasangan calon (paslon) nomor urut 3 dalam sidang sengketa Pilpres di Gedung MK, Jakarta, Senin (1/4/2024).

Dia mengungkapkan, idealnya juknis keluar seminggu sebelum tanggal pendaftaran capres-cawapres pada 16-25 Oktober 2024, agar bisa disosialisasikan kepada stakeholder.

"Paling tidak satu minggu sebelumnya agar bisa segera disosialisasikan dengan stakeholder. Ini kerangka hukumnya," ujar I Gusti Putu Artha.

Sejatinya, menurut dia, KPU sudah benar menindaklanjuti putusan nomor 90 dengan rapat-rapat perancangan keputusan, konsultasi, harmonisasi, dan meminta legalisasi ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Namun, prosedur menjadi kurang tepat ketika KPU menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 1378, bukan mengubah Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 yang menjadi aturan turunan UU Pemilu.

"Ini enggak match. Jadi maksud saya, kalau coba bercanda sedikit, ini kan sebetulnya anak tiri yang coba dikawinkan ke Peraturan (PKPU Nomor) 19 sebagai ibu kandung. Padahal, Ibu Kandungnya 1378 ini ada di tanggal 3 November," katanya.

"Setelah tanggal 3 November, begitu Peraturan KPU keluar, barulah keluar Keputusan KPU 1378 karena turunan dari perubahan putusan MK," ujarnya lagi.

Lebih lanjut, I Gusti Putu Artha berpendapat, KPU seharusnya mengirim surat pemberitahuan hasil verifikasi dokumen syarat pencalonan dan persyaratan calon bahwa Gibran belum memenuhi syarat karena umur minimal bakal capres-cawapres paling rendah 40 tahun.

Menurut dia, Gibran tidak memenuhi syarat berdasarkan ketentuan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 pasal 13 ayat 1 huruf q. Lalu, bakal paslon memiliki kesempatan melakukan perbaikan berkas mengacu pada PKPU tersebut.

Namun, langkah itu tidak dilakukan oleh KPU karena ada SK KPU Nomor 1378.

"Dalam tahapan ini sekali lagi keputusan KPU 1378 tidak tepat dipakai sebagai kelas hukum," katanya.

Selanjutnya, KPU seharusnya tetap merespons tindak lanjut pertimbangan hukum putusan MK yang menyatakan keputusan itu mulai berlaku pada Pilpres 2024, dengan prosedur tahapan mekanisme perundang-undangan yang berlaku.

Jika sesuai prosedur ternyata PKPU hasil perubahan baru bisa diundangkan usai selesai pencalonan, maka bukan ranah dan tanggung jawab KPU untuk dipersalahkan, bila ada orang yang tidak bisa mendaftar sesuai Putusan MK atas perkara nomor 90 pada Pilpres 2024.

"Sebagai perbandingan, diuraikan kebijakan dan sikap KPU dalam menindaklanjuti keputusan MA (Mahkamah Agung) dalam perkara uji materi terpidana politik. Putusan keluar tanggal September tapi perubahan peraturan KPU-nya baru keluar tanggal 12 Februari. Sangat jauh dan proses pencalonan anggota DPR sudah selesai," ujar I Gusti Putu Artha.

Sebagai informasi, Prabowo-Gibran merupakan salah satu pasangan calon yang tetap berkontestasi pada Pilpres 2024.

Bahkan, keduanya meraih suara tertinggi berdasarkan penetapan KPU usai melakukan hasil hitung manual pemungutan suara Pilpres 2024.

Pasangan calon (paslon) nomor urut 2 ini dinyatakan meraih suara terbanyak dengan perolehan 96.214.691 suara atau sekitar 58,58 persen dari total suara sah nasional.

Sementara itu, pasangan capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mengantongi 40.971.906 suara atau sekitar 24,95 persen dari seluruh suara sah nasional.

Kemudian, capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengoleksi 27.040.878 suara atau sekitar 16,47 persen dari total suara sah nasional.

https://nasional.kompas.com/read/2024/04/02/12545331/sidang-sengketa-pilpres-ahli-sebut-kpu-harusnya-keluarkan-juknis-usai-ubah

Terkini Lainnya

Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Nasional
PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

Nasional
PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

Nasional
Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Nasional
Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Nasional
Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Nasional
Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Nasional
Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Nasional
TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

Nasional
Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Nasional
Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Nasional
Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

Nasional
Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Nasional
Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke