Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarik Pungli dari Tahanan, Kepala hingga Petugas Rutan KPK Ramai-ramai Masuk Penjara

Kompas.com - 16/03/2024, 07:08 WIB
Ardito Ramadhan,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 15 orang pegawai dan eks pegawai di lingkungan Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendekam di penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pungutan liar (pungli) di Rutan KPK.

KPK menduga uang hasil pungli atau pemerasan terhadap tahanan di Rutan KPK mencapai Rp 6,3 miliar dalam kurun waktu 2019-2023.

"Besaran jumlah uang yang diterima Hengki dan kawan-kawan sejumlah sekitar Rp 6,3 miliar,” kata Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (15/3/2024).

Baca juga: Bukan Penyuapan, Tersangka Pungli Rutan KPK Dikenakan Pasal Pemerasan

Hengki merupakan Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) KPK pada 2018-2022 yang menjadi salah satu tersangka dalam kasus ini.

Sejumlah kepala rutan maupun eks kepala rutan turut menjadi tersangka, yakni Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Rutan KPK 2018 Deden Rochendi, dan Plt Kepala Cabang Rutan KPK 2021 Ristanta.

Tersangka lainnnya adalah mereka yang bertugas dan pernah bertugas sebagai petugas di rutan KPK, yaitu Sopian Hadi, Ari Rahman Hakim, Agung Nugroho, Heri Angga Permana, Muhammad Ridwan, Suharlan, Ramadhan Ibaidillah, dan Mahdi Aris.

KPK mengungkapkan, praktik pungli ini diprakarsai oleh Hengki yang berstatus pegawai negeri yang dipekerjakan (PNYD) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Para tersangka menagih pungli kepada tahanan dengan iming-iming mendapatkan beragam fasilitas, seperti percepatan masa isolasi, layanan menggunakan ponsel dan powerbank dan bocoran informasi soal inspeksi mendadak.

Tarif pungli itu dipatok dari kisaran Rp 300.000 sampai Rp 20 juta.

Uang itu disetorkan secara tunai dalam rekening bank penampung, serta dikendalikan oleh petugas Rutan yang ditunjuk sebagai “Lurah” dan koordinator di antara tahanan.

Uang yang terkumpul nantinya akan dibagi-bagikan ke kepala rutan dan petugas rutan.

KPK mengungkapkan, Fauzi dan Ristanta selaku kepala rutan memperoleh Rp 10 juta dari hasil pemerasan tersebut.

Baca juga: KPK Sebut Oknum Petugas Rutan Bocorkan Sidak ke Para Tahanan Pakai Kode Banjir

Sementara itu, para mantan kepala keamanan dan ketertiban mendapatkan jatah kisaran Rp 3-10 juta per bulan.

Sedangkan mereka yang berstatus petugas rutan mendapat Rp 500.000 hingga Rp 1 juta setiap bulannya.

Asep menyebutkan, tahanan KPK yang tidak ikut menyetor uang akan dibuat tidak nyaman oleh para petugas.

"Di antaranya kamar tahanan dikunci dari luar, pelarangan dan pengurangan jatah olahraga dan mendapat tugas jatah jaga dan piket kebersihan yang lebih banyak,” tutur Asep.

"Pakan Burung" dan "Banjir"

Dalam praktiknya, para tersangka menggunakan kode 'pakan burung' hingga 'kandang burung' untuk menagih uang pungli kepada para tahanan.

"Jadi ‘Pakan burungnya mana? Belum sampai, belum ada’. Oh berarti dia (tahanan) iurannya belum sampai, belum ada,” kata Asep.

Ada juga kode 'banjir' yang digunakan para pelaku untuk membocorkan informasi terkait akan adanya kegiatan inspeksi mendadak (sidak) ke dalam rutan.

"Password diantaranya 'banjir' dimaknai info sidak. Jadi kalau ada disampaikan, 'banjir' kalau ‘ada banjir' oh itu berarti mau ada sidak,” kata Asep.

Asep mengatakan, bagian Biro Umum KPK yang bertanggung jawab atas rutan sebenarnya rutin menggelar sidak atau razia, tapi kegiatan itu dibocorkan oleh petugas yang terlibat pungli

“Misalkan HP, rokok dan lain-lain, yang tidak diperbolehkan dibereskan, kalau ada kode 'banjir’,” kata dia.

Asep mengungkapkan, praktik pungli ini sudah dikenalkan oleh para petugas ke tahanan ketika mereka baru masuk masa isolasi saat baru ditahan oleh KPK.

Ketika itu, para tahanan dijelaskan untuk memberikan uang agar bisa melewati masa isolasi lebih cepat, serta mendapatkan beragam fasilitas.

Lima belas orang yang dahulu bekerja mengurusi (dan menarik pungli) dari tahanan kini berbalik ikut mendekam di penjara, tepatnya di Rutan Polda Metro Jaya.

"Kalau ditempatkan di sini (rutan KPK), secara psikologis itu berpengaruh kepada rekan-rekan yang saat ini sudah dilakukan rolling dan lain-lain, ini kan bosnya, pimpinannya," kata Asep.

Mereka disangka Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP yang mengatur soal pemerasan.

KPK menggunakan pasal pemerasan ketimbang suap karena perbuatan para tersangka berbentuk paksaan agar para tahanan memberikan uang kepada mereka.

Baca juga: Kepala Rutan KPK Diduga Dapat Setoran Uang Pungli Rp 10 Juta Per Bulan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com