Senada, pembina Perludem, Titi Anggraini, juga melaporkan hal yang sama.
Selain mengkritik situasi pencoblosan di Kuala Lumpur yang disebut sempat memanas karena masalah waktu pemungutan suara untuk pemilih tak terdaftar di DPT, ia juga menyoroti dugaan pelanggaran di balik kehadiran para caleg beken itu.
"Banyak caleg gerilya dan ada indikasi bagi-bagi uang," ujar Titi kepada Kompas.com.
Baca juga: Titiek Soeharto Jadi Caleg Gerindra yang Raih Suara Tertinggi di Dapil DIY
Kompas.com menghubungi Uya Kuya, Masinton, dan Awiek terkait laporan ini. Awiek tak merespons, sedangkan Masinton berjanji memberikan keterangan. Namun, hingga artikel ini disusun, ia belum kunjung memberikannya.
Sementara itu, Uya Kuya membantah mendatangi TPS pemungutan suara ulang.
"Mantau dari jauh. Tidak mungkin melakukan tindakan bodoh berkampanye di TPS," ujar Uya Kuya kepada Kompas.com.
Dikonfirmasi terpisah, anggota KPU RI Idham Holik serta anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty dan Puadi tak merespons.
Idham merupakan Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, sedangkan Lolly dan Puadi membidangi pencegahan serta penanganan pelanggaran.
Ketiganya memantau langsung pelaksanaan PSU di Kuala Lumpur.
Sebagai informasi, KPU dan Bawaslu sebelumnya sepakat tak menghitung suara pemilih pos dan KSK di wilayah kerja Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur karena masalah integritas daftar pemilih dan akan mengulang proses pemilu.
Dalam proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh PPLN Kuala Lumpur pada 2023 lalu, Bawaslu menemukan hanya sekitar 12 persen pemilih yang dicoklit dari total sekitar 490.000 orang dalam Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kementerian Luar Negeri yang perlu dicoklit.
Baca juga: PSI Usulkan Ada Fraksi Khusus di DPR untuk Caleg yang Lolos DPR, tetapi Partainya Tidak
Bawaslu juga menemukan panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) fiktif hingga 18 orang.
Bawaslu, ada dugaan satu orang menguasai ribuan surat suara yang seyogianya dikirim untuk pemilih via pos.
Akibatnya, pada hari pemungutan suara, jumlah daftar pemilih khusus (DPK) yang hadir di TPS membeludak hingga 7,5 kali lipat pemilih DPT yang hadir di TPS.
Pemilih DPK adalah mereka yang tidak masuk daftar pemilih. Ini menunjukkan proses pemutakhiran daftar pemilih di Kuala Lumpur bermasalah.