Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dihapusnya Grafik Sirekap KPU Dinilai Kemunduran, Tak Sesuai Prinsip Rekapitulasi

Kompas.com - 07/03/2024, 09:23 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman menyayangkan keputusan KPU menghentikan penayangan grafik atau diagram perolehan suara hasil pembacaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).

Menurutnya, langkah KPU ini sebuah kemunduran. Penyetopan tampilan grafik Sirekap dinilai tak sesuai dengan prinsip Sirekap itu sendiri.

“Itu justru bertentangan dengan apa yang disebut dengan Sirekap. Sirekap itu kan sistem informasi rekapitulasi, itu malah mengalami kemunduran,” kata Arief dalam program Rumah Pemilu Kompas TV, Rabu (6/3/2024).

Arief mengatakan, Sirekap sebenarnya bukan hal baru. Pada Pemilu 2014 dan Pemilu 2019, KPU RI juga menggunakan teknologi yang sama yang dinamakan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng).

Pada Pemilu 2014, Situng hanya memuat informasi hasil penghitungan suara di seluruh tempat pemungutan suara (TPS) tanpa menampilkan hasil rekapitulasi. Saat itu, masyarakat menjumlahkan sendiri hasil penghitungan suara di tiap TPS untuk mendapatkan besaran angka rekapitulasi.

Baca juga: Sirekap Kembali Bermasalah, KPU Dinilai Tak Siapkan Teknologi dan SDM dengan Baik

Pada 2019, Situng dibuat lebih mutakhir, tidak hanya menampilkan hasil hitung suara di TPS, tetapi juga rekapitulasi suara secara berjenjang, dari tingkat kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, hingga nasional.

Teknologi yang sama digunakan pada Pilkada 2020 dan Pemilu 2024 dengan nama Sirekap. Namun, baru setengah jalan, tampilan grafik rekapitulasi suara dalam Sirekap dihentikan.

Padahal, menurut Arief, jika grafik rekapitulasi Sirekap bermasalah, tidak seharusnya KPU menghentikan fitur tersebut. Mestinya, KPU melakukan pembenahan.

“Kenapa kemudian ketika Sirekap bermasalah, kemudian pelayanan kepada publik yang jadi korban? Artinya pelayanan itu kan jadi menurun, harusnya publik bisa melihat hasil penghitungan, plus hasil rekapitulasinya,” ujar Arief.

Memang, kata Arief, Sirekap bukan hasil resmi pemilu. Namun, keberadaan Sirekap tetap penting sebagai bentuk keterbukaan informasi pemilu kepada publik.

“Jangan kemudian sistem informasinya tidak bisa berfungsi maksimal, salah membaca, dan sebagainya, kemudian publik yang jadi korbannya, tidak dapat informasi maksimal,” tutur Komisioner KPU RI periode 2012-2022 ini.

Sebelumnya diberitakan, KPU memutuskan untuk menghentikan penayangan grafik atau diagram perolehan suara hasil pembacaan Sirekap terhadap formulir C.Hasil TPS.

Hal ini disebabkan karena tingginya tingkat kekeliruan pembacaan oleh Sirekap yang menyebabkan data perolehan suara tidak sesuai dengan hasil di TPS dan menimbulkan kesalahpahaman publik.

Baca juga: Diagram Sirekap Dihentikan Dianggap Bukti KPU Kurang Tanggap Persoalan

"Ketika hasil pembacaan teknologi Sirekap tidak atau kurang akurat dan belum sempat diakurasi oleh uploader (KPPS) dan operator Sirekap KPU kabupaten/kota, hal itu akan jadi polemik dalam ruang publik yang memunculkan prasangka," kata anggota KPU RI, Idham Holik, kepada Kompas.com, Selasa (6/3/2024).

Langkah ini bukan berarti KPU menutup akses publik untuk mendapatkan hasil penghitungan suara, karena KPU berjanji tetap mengunggah foto asli formulir C.Hasil plano dari TPS sebagai bukti autentik perolehan suara, sebagaimana yang selama ini berlangsung.

Fungsi utama Sirekap, kata Idham, sejak awal memang sebagai sarana transparansi hasil pemungutan suara di TPS, di mana publik bisa melihat langsung hasil suara setiap TPS di seluruh Indonesia melalui unggahan foto asli formulir model C.Hasil plano di dalam Sirekap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com