Padahal, di masa awal reformasi, ketika pemilihan langsung bergulir, saya menyaksikan bagaimana antusiasme rakyat di kampung saya mencoblos kandidat legislatif terdekat tanpa iming-iming politik uang, namun dengan menaruh harapan besar demi perbaikan kehidupan masyarakat secara kolektif lebih baik.
Setelahnya, yang diperoleh rakyat adalah kekecewaan bertubi-tubi, sehingga aspirasi kolektif dalam pemilu bergeser menjadi semangat individualistis.
Jika rakyat tak bisa disalahkan dalam konteks politik uang, bagaimana dengan elite politik?
Dilematis. Ekosistem politik kita hari ini memaksa elite politik untuk menggunakan politik uang sebagai salah satu strategi demi memperoleh suara elektoral. Jika tidak, maka elite yang lain akan menggunakannya dan begitu seterusnya.
Kompetisi antarelite dan pergeseran perilaku pemilih kita turut bertanggungjawab dalam mensukseskan pesta ‘semu’ demokrasi ini. Sampai kapan ini akan terjadi? Wallahu A'lam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.