Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

30 Persen Keterwakilan Perempuan dalam UU Pemilu Dinilai Belum Efektif, Hanya Sebatas "Lip Service"

Kompas.com - 04/03/2024, 22:50 WIB
Ihsanuddin

Editor

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Keterwakilan perempuan dalam pemilu 2024 dinilai belum maksimal meski sudah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Pemilu. 

Politisi Partai Golkar Melli Darsa menilai, petinggi partai politik harus melakukan intervensi untuk mewujudkan afirmasi bahwa calon legislatif (caleg) perempuan yang kompeten tetap bisa lolos di parlemen.

"Sehingga kebijakan afirmasi 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen dapat terwujud," kata Meli dalam seminar bertajuk "Keterwakilan Perempuan Lewat Pileg, Afirmasi atau Fiksi?" di Universitas Jayabaya, Jakarta Timur, Senin (4/3/2024), sebagaimana dilansir Antara.

Baca juga: Senjakala Keterwakilan Perempuan di Parlemen

Caleg DPR RI dari Dapil Jabar III itu menyebutkan, afirmasi keterwakilan perempuan dalam politik adalah kebijakan yang sudah dilahirkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan

"Yakni UU Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perppu Nomor 1 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum," katanya.

Dalam Pasal 173 ayat 2 butir e disebutkan "menyertakan paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat". Pasal 245 menyebutkan pula bahwa daftar bakal calon memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.

"Namun, hingga saat ini kebijakan ini masih belum efektif dan cenderung hanya merupakan suatu 'lip service'," kata dia.

Baca juga: Soal Keterwakilan Perempuan, Muhaimin: Kita Komitmen dan Sudah Berbuat

Menurut dia, sistem pemilu yang memiliki banyak partai dan masing-masing partai harus menyediakan begitu banyak calon merupakan tantangan yang dihadapi caleg perempuan menjadi lebih berat lagi.

Apalagi di tengah rakyat dibuat bingung harus pilih siapa di kertas suara dengan banyak nama tersebut.

"Ini belum mempertimbangkan kesanggupan finansial yang dibutuhkan untuk nyaleg," kata Melli.

Faktor lainnya adalah jarang ada perempuan yang secara mandiri dapat mengeluarkan uang yang diperlukan, tanpa dapat bergantung pada fasilitas dan bantuan sosial yang umumnya hanya tersedia kepada caleg petahana atau "incumbent".

Berdasarkan pengalamannya, uang untuk proses politik yang harus dikeluarkan sebagai caleg perempuan, umumnya lebih tinggi dari caleg laki-laki.

"Karena kita harus melewati banyak perantara untuk dapat menembus ke pihak-pihak yang memiliki pengaruh untuk mengamankan atau memperkuat kedudukan kita sebagai caleg," katanya.

Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Ungkap Banyak DCT Tak Penuhi Keterwakilan Perempuan 30 Persen

Dia juga menyayangkan aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU yang justru banyak menghasilkan kesalahan sehingga merugikan suara caleg perempuan.

Karena itu, dia meminta para petinggi partai politik (parpol) dapat mengintervensi untuk memastikan bahwa caleg perempuannya yang memiliki kualitas dapat lolos ke parlemen.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatian

Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatian

Nasional
Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Nasional
Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Nasional
Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Nasional
Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Nasional
Momen Jokowi Sambut para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Momen Jokowi Sambut para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Nasional
Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Nasional
Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Nasional
Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Nasional
Presiden Joko Widodo Perkenalkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Hadapan Tamu Internasional WWF Ke-10

Presiden Joko Widodo Perkenalkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Hadapan Tamu Internasional WWF Ke-10

Nasional
Hadiri Makan Malam WWF Ke-10, Puan Disambut Hangat Jokowi sebagai Penyelenggara

Hadiri Makan Malam WWF Ke-10, Puan Disambut Hangat Jokowi sebagai Penyelenggara

Nasional
Harkitnas 2024, Jokowi: Mari Bersama Bangkitkan Nasionalisme

Harkitnas 2024, Jokowi: Mari Bersama Bangkitkan Nasionalisme

Nasional
Revisi UU Penyiaran: Demokrasi di Ujung Tanduk

Revisi UU Penyiaran: Demokrasi di Ujung Tanduk

Nasional
Gugat KPK, Sekjen DPR Protes Penyitaan Tas 'Montblanc' Isi Uang Tunai dan Sepeda 'Yeti'

Gugat KPK, Sekjen DPR Protes Penyitaan Tas "Montblanc" Isi Uang Tunai dan Sepeda "Yeti"

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan Dirjen Perkebunan Kementan Jadi Saksi

Bongkar Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan Dirjen Perkebunan Kementan Jadi Saksi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com