Terkonfirmasi pula melalui hasil survei terbaru Lembaga Survei Indonesia (LSI) bahwa penerima bansos pemerintah cenderung mendukung pasangan Prabowo-Gibran (Kompas.com, 25/02/2024).
Kemampuan pemerintah mulai disoroti. Pemerintah dianggap tidak mampu mencegah tren kenaikan harga beras belakangan. Dan, pasangan Prabowo-Gibran pun sebagai pemenang Pilpres 2024 turut disoroti, karena klaimnya sebagai “keberlanjutan” pemerintahan Jokowi.
Saya melihat logika awam yang sederhana tapi liar itu tidak bisa disepelekan. Saya yakin, bukan hanya terjadi pada sejumlah orang di pasar tradisional yang saya temukan tempo hari. Boleh jadi juga sedang berkecamuk di kepala rakyat Indonesia pada umumnya.
Rakyat bisa saja tidak mau tahu, misalnya, bahwa harga beras yang terus membubung itu bukan hanya gejala di Indonesia. Beberapa negara lain juga mengalami, seperti Pakistan dan Thailand.
Badan Pangan Dunia (FAO) menyatakan bahwa saat ini harga beras dunia juga naik. Bahkan, harga pada Januari 2024 merupakan angka tertinggi harga beras dunia sejak 2008 (Kompas.com, 23/02/2024).
Harga beras yang terus membubung juga bisa karena faktor iklim. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah berkali-kali mengingatkan bahwa El Nino akan berlangsung lama.
Perubahan iklim dan cuaca membuat petani gagal panen. Akibatnya, suplai beras ke pasar pun berkurang. Harga dengan sendirinya melonjak. Logika seperti itulah yang sering kita dengar dari pemerintah.
“Tidak hanya di Indonesia saja tapi di seluruh negara. Kenapa naik? Karena ada yang namanya perubahan iklim, ada yang namanya perubahan cuaca sehingga gagal panen. Produksi berkurang sehingga harganya jadi naik," demikian penjelasan Presiden Jokowi (Kompas.com, 23/02/2024).
Namun, rakyat juga bisa membangun logika sendiri. Apalagi bila harga beras tersebut tak segera terkendali. Bahkan, diikuti kenaikan harga bahan-bahan pokok lain.
Termasuk kabar kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) per Maret 2024 (Kompas.com, 21/02/2024). Juga kenaikan tarif listrik per Maret 2024 (Kompas.com, 23/02/2024).
Rangkaian peristiwa memungkinkan terbentuknya logika rakyat yang berbeda dengan pemerintah. Harga beras yang terus membubung nyata-nyata beriringan dengan peristiwa politik yang tidak baik-baik saja.
Sebagaimana kita ketahui, Pilpres 2024 menyisakan residu politik yang tak bisa dianggap remeh. Pilpres ditengari penuh kecurangan yang melibatkan kekuasaan tertinggi, yakni lembaga kepresidenan.
Presiden Jokowi dianggap bermain untuk memenangkan pasangan 02, Prabowo-Gibran, dengan menggunakan kekuasaannya. Kecurangan ditengarai bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Bukti bahwa residu politik tersebut tak bisa dianggap remeh, di antaranya memunculkan gagasan penggunaan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan sejumlah tuntutan penolakan hasil pilpres oleh sejumlah kalangan. Sesuatu yang tak pernah terjadi pada pilpres-pilpres sebelumnya.
Hak Angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.