Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Migrant Care Ungkap Pemilu Via Pos di Hong Kong Penuh Masalah

Kompas.com - 25/02/2024, 12:12 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga swadaya masyarakat pemerhati pekerja migran, Migrant Care, menemukan distribusi logistik surat suara bagi warga Indonesia bermukim di luar negeri, seperti Hong Kong, pada Pemilu 2024 dengan metode pos tidak efektif dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) diharap melakukan audit.

Menurut temuan mereka, distribusi logistik Pemilu 2024 menggunakan pos banyak menghilangkan surat suara dan membuang banyak biaya.

"Apalagi metode pos sering jadi alat perdagangan surat suara karena pengiriman metode pos tidak bisa ditelusuri," kata Staf Pengelolaan Pengetahuan, Data, dan Publikasi Migrant Care, Trisna Dwi Yuni Aresta, dalam kegiatan diskusi bersama Jaga Pemilu, di Kuningan, Jakarta, Sabtu (24/2/2024) seperti dikutip dari tayangan kanal YouTube Kompas TV.

Menurut Trisna, jumlah daftar pemilih tetap luar negeri (DPTLN) di Hong Kong, China, mencapai 164.691 ribu. Pelaksanaan pemilihan dilakukan dengan 2 metode, yakni surat suara dikirim melalui pos dan mengirim surat undangan bagi WNI buat menggunakan hak pilih di tempat pemungutan suara (TPS).

Baca juga: Rawan Jual-Beli Surat Suara, Migrant Care Minta Pemilu Via Pos Ditiadakan 2029

Akan tetapi, kata Trisna, WNI di Hong Kong yang menggunakan hak pilih hanya 41 persen dari DPTLN atau sebanyak 67,693 orang.

Dari persentase itu, kata Trisna, pemilih yang diundang datang ke TPS ada sekitar 2,930 orang. Akan tetapi, yang datang ke lokasi hanya 753 pemilih.

Sedangkan jumlah pemilih melalui pos 66,572 dari 162,301 orang.

"Artinya hanya 41 persen, terbagi dalam 2. Ada surat suara yang return to sender, artinya surat suara itu kembali kepada PPLN (panitia pemilihan luar negeri) karena salah alamat dan ada surat suara yang tidak dikembalikan oleh DPTLN," ujar Trisna.

Jumlah surat suara yang dikembalikan ke PPLN Hong Kong sebanyak 21,062 surat suara atau 12,97 persen. Sementara, surat suara yang tidak dikembalikan sebanyak 58,797 atau 36,2 persen.

Baca juga: Migrant Care Laporkan Uya Kuya ke Bawaslu, Diduga Kampanye di TPS Kuala Lumpur


"Berarti jika kita total, ada sekitar 49,07 persen surat suara (metode pos) sia-sia tidak digunakan dalam memilih," ucap Trisna.

Trisna menilai efektivitas penggunaan metode pos patut dievaluasi karena proses pengiriman menggunakan biaya yang cukup besar.

"2 dollar per surat suara. Kalau kita total, 2 dollar dikali 49 persen dari DPTLN adalah sekitar 78 ribu. Maka kalau kita total ada sekitar Rp 2,3, hampir Rp 2,4 miliar itu terbuang sia-sia karena surat suara tersebut tidak tersalurkan dengan baik," papar Trisna.

Trisna lantas menemui para pekerja migran Indonesia di Hong Kong yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2024 melalui metode pos.

Baca juga: Migrant Care Duga Jual-Beli Suara Terjadi di Malaysia, Temukan Kotak Pos Terbengkalai

Menurut para pekerja migran, banyak dari surat suara yang dikirim melalui pos tak pernah mereka terima.

"Jadi dalam satu video ini sengaja kami ambil secara otentik, bahwa mereka menyatakan dalam peralihan dari metode pos, itu surat mereka tidak sampai ke alamat mereka," ujar Trisna.

"Padahal alamat mereka, mereka telah melakukan coklit (pencocokan dan penelitian), mereka telah tidak pernah pindah majikan, alamat mereka tetap sama dalam kurun waktun 12 tahun, bahkan 17 tahun, tapi surat suaranya tidak datang," sambung Trisna.

Trisna dan tim juga menemukan terdapat sekitar 78.000 surat suara dari metode pos bagi WNI di Hong Kong ternyata tidak digunakan buat memilih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com