Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Sebut Rekapitulasi di Kecamatan yang Sempat Dihentikan Kini Sudah Berjalan Lagi

Kompas.com - 20/02/2024, 06:28 WIB
Vitorio Mantalean,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengeklaim bahwa proses rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kecamatan yang sempat terhenti karena persoalan akurasi data Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) sudah kembali berjalan.

Sebelumnya, beredar sedikitnya 2 surat edaran, bahwa berdasarkan arahan pimpinan, rekapitulasi di Tangerang Kota, Banten, dan Malinau, Kalimantan Utara, dihentikan sementara hingga 20 Februari 2024 karena masalah itu.

"Hari ini mereka (Kota Tangerang dan Malinau) jalan, hari ini mereka jalan. (Kemarin) mereka fokus pada akurasi dan sinkronisasi data publik sirekap sesuai dengan data autentik foto formulir C.hasil," kata Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik, kepada wartawan pada Senin (19/2/2024).

Baca juga: KPU Klarifikasi Isu Rekapitulasi Suara Pemilu Dihentikan di Kecamatan

Sebelumnya, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menjelaskan alasan rekapitulasi di tingkat kecamatan itu tidak dilanjutkan walaupun hanya untuk sementara, yakni dalam rangka memastikan akurasi angka perolehan suara yang tertera Sirekap untuk wilayah itu.

"Kalau di sebuah kecamatan, tayangan antara yang sudah unggah dengan hasil suaranya sudah sinkron, maka TPS itu di tingkat kecamatan rekapitulasinya jalan terus," kata Hasyim dalam jumpa pers, Senin. 

"Tapi kalau yang belum sinkron, ini kita tidak tayangkan dulu, sehingga kemudian yang dimaksud dengan dihentikan sementara itu tidak pernah berhenti total, tidak," ia menambahkan.

Hasyim menjelaskan, dalam proses rekapitulasi di tingkat kecamatan, anggota PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) membuka kotak suara kemudian mengeluarkan formulir C.Hasil dari TPS.

Data di dalam formulir ini lah yang dicocokkan, dengan data tertera di Sirekap atau belum.

"Nah kalau tayangan (Sirekap) dengan yang hasilnya belum sesuai kan kemudian bisa membingungkan orang, maka kemudian supaya menghindari problem-problem di lapangan, terutama tingkat kecamatan, maka yang sudah sesuai (diminta) lanjut pleno," jelas Hasyim.


Hasyim menegaskan, data di dalam Sirekap berperan sebagai alat bantu semata untuk memenuhi aspek keterbukaan informasi publik.

Hasil pemilu yang sah ditentukan tidak melalui Sirekap, melainkan lewat proses rekapitulasi manual berjenjang dari tingkat TPS, luar negeri, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan ditetapkan secara nasional.

Sebelumnya, politikus PDI-P Deddy Sitorus mengaku mendengar kabar bahwa proses rekapitulasi di tingkat kecamatan dihentikan oleh KPU. Ia menganggap yang hal-hal tersebut dan berharap KPU segera memberi penjelasan.

Kabar sejenis diterima oleh Ketua Tim Khusus Pemenangan Pemilu Partai Buruh, Said Salahuddin, dari para pengurus partainya di daerah.

Baca juga: Politikus PDI-P Pertanyakan Penghentian Rekapitulasi Suara Pemilu

Said berujar, KPU menghentikan sementara proses rekapitulasi di kecamatan hingga Selasa (20/2/2024) karena alasan error pada Sirekap.

Ia mempertanyakan hal itu, karena kesalahan pada Sirekap yang notabene hanya alat bantu keterbukaan informasi publik seharusnya tak perlu berdampak pada proses rekapitulasi manual berjenjang.

Sebab, proses rekapitulasi manual berjenjang ini dilakukan berdasarkan formulir C.Hasil di TPS sebagai data otentik penghitungan suara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com