Mereka terkesan dalam situasi steril dari hingar-bingar politik, sibuk dengan kegiatan bisnis dan sosial masing-masing.
Andikata mereka minat ke arena politik, kapasitas dan kapabilitas keilmuan dan moralitas mereka sangat memadai.
Ilham Habibie, lulusan summa cum laude sejak sarjana sampai doctor di Technical University of Munich, Jerman, pernah mengikuti jejak ayahnya, bukan di bidang politik, tetapi mengaplikasikan kapasitas keilmuannya sebagai ahli produksi pesawat N-2130 saat awal dia bergabung di PT Dirganta Indonesia (PT DI) 1996.
Kapasitasnya yang mumpuni menjadikannya dipercaya menjadi Direktur Satuan Usaha Pesawat Terbang (SUPT), Direktur Operasi dan Niaga, Kepala Program N-2130, dan Direktur Komersial.
Posisinya sempat dipersoalkan oleh Menteri Riset dan Teknologi masa Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Akhirnya mengundurkan diri dari PTDI pada 11 Juni 2003.
Ilham memilih berdikari, mengembangkan bisnis profesional dengan kendaraan PT Ilthabi Rekatama, PT ILTHABI Bara Utama, PT. Pollux Barelang Mega Superblok Meisterstadt Batam, PT Regio Aviasi Industri, perusahaan pembuat pesawat terbang dan didirikan bersama sang ayah, B.J. Habibie.
Tidak sebatas kegiatan bisnis, kegiatan sosial ditekuninya seperti mengelola Habibie Center, yang mengurus pengembangan pemikiran dan pemberdayaan pendidikan seperti program beasiswa pelajar dan mahasiswa berpretasi.
Adik Ilham, Thareq Kemal Habibie, tidak beda jauh dengan kakaknya, memilih aktivitas bisnis sebagai kegiatan rutinnya. Dibanding kakaknya, Thareq lebih banyak di belakang layar, jarang tampil di depan publik Indonesia.
Kesibukan mereka dengan bisnis menjauhkan dari arena politik. Ini sedikit anomali. Para pengusaha yang ingin lebih eksis dan menguatkan jaringan bisnis dan politik mendekat serta bergaul dengan relasi-relasi politik.
Dengan bisnis yang banyak berkaitan dengan relasi-relasi internasional, Ilham dan Thareq tidak terlalu sibuk dengan relasi-relasi jejaring lokal.
Berbeda dengan anak-anak presiden dan mantan presiden lainnya, yang menekuni profesi politik. Para anak presiden pertama ini sangat aktif di arena politik seperti Megawati (PDIP), Sukmawati Soekarnoputri (PNI, Gerindra).
Sejumlah anak lainnya sempat berpolitik. Megawati menjadi presiden (23 Juli 2001 sampai 20 Oktober 2004).
Anak-anak presiden kedua, Soeharto, terdapat Siti Hardijanti Rukmana, Bambang Trihatmodjo, Tommy Soeharto berpolitik dengan kendaraan Golkar, Partai Berkarya, Partai Swara Rakyat Indonesia.
Putri Presiden Abdurrahman Wahid sempat aktif di PKB. Putri presiden ke empat ini, belakangan menjadi selebriti politik, Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny Wahid).
Keluarga presiden ke lima, Megawati Soekarnoputri, sibuk menjadi pengurus PDIP, Puan Maharani dan Prananda Prabowo.
Anak-anak presiden ke enam, Susilo Bambang Yudhoyono, aktif bersama ayahnya membesarkan Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Edie Baskoro Yudhoyono (Ibas).
Kemudian anak-anak dan menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengikuti jejak ayah mereka, Gibran Rakabuning Raka (anggota PDIP, lalu keluar partai), Kaesang Pangarep (PSI), menantu Jokowi Muhammad Bobby Afif Nasution (anggota PDIP lalu keluar partai dan Wali Kota Medan).
Presiden Jokowi paling sukses membangun dinasti politik. Keberhasilan ini menjadi perdebatan dalam beberapa hal.
Pertama, proses politik dinasti cenderung instan. Gibran bisa mencalonkan wapres atas jasa Mahkamah Konstitusi (MK).
Terdapat pamannya, Anwar Usman, yang berperan besar memengaruhi putusan hakim konstitusi untuk mengubah syarat usia capres-cawapres.
Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan, capres-cawapres berusia paling rendah 40 tahun.
Karena keputusan MK, aturan itu berubah. Syarat usia pencalonan presiden-wapres 40 tahun dan di bawah 40 tahun yang sama-sama dipilih melalui pemilu seperti jabatan Gubernur (30 tahun), Bupati, dan Walikota (25 tahun), serta anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD (21 tahun).