Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petugas Rutan KPK Klaim Diancam Kontrak Kerja Disetop Jika Tolak Ikut Pungli

Kompas.com - 15/02/2024, 20:24 WIB
Syakirun Ni'am,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pegawai rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK) mengeklaim diancam kontrak kerjanya tidak akan diperpanjang jika tidak ikut-ikutan terlibat dalam pungutan liar (Pungli).

Klaim tersebut merupakan pembelaan puluhan pegawai rutan yang dibacakan oleh Dewan Pengawas (Dewas) saat membacakan pertimbangan putusan dugaan pelanggaran etik.

Anggota Dewas KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan, menurut para pegawai rutan yang disidang, ancaman itu disampaikan oleh sosok bernama Hengki.

Baca juga: Dewas Ungkap PNS Kemenkumham Jadi Dalang Pungli di Rutan KPK, Tentukan Tarif dan Tunjuk Pengepul

“Para terperiksa diancam oleh saudara Hengki tidak akan memperpanjang kontrak para terperiksa sebagai PTT (pegawai tidak tetap),” kata Indriyanto dalam sidang di Gedung KPK lama, Jakarta Selatan, Kamis (15/2/2024).

Adapun Hengki pernah menjabat sebagai Koordinator Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Rutan KPK. Ia merupakan pegawai negeri yang dipekerjakan (PNYD) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Indriyanto melanjutkan, dengan alasan ancaman itu para pegawai Rutan KPK mengeklaim akhirnya mengikuti arus atau kebiasaan yang sudah lama berlangsung di KPK.

Mereka menerima uang bulanan dari para tahanan kasus korupsi dengan perjanjian tidak menindak mereka yang membawa handphone ke dalam rutan maupun mendapat fasilitas lain.

Baca juga: Uang Bulanan Pungli Rutan KPK Diserahkan Keluarga Koruptor di Taman dan Hotel

Selain itu, kata dia, para pegawai rutan dalam pembelaannya mengaku menerima uang pungli karena gaji mereka tidak sesuai dengan beban tugas mereka.

“Ada tekanan ekonomi dan perbuatan yang para terperiksa lakukan sudah merupakan kelaziman di rutan, bahkan di rutan lain kondisinya lebih parah daripada yang terjadi di rutan KPK,” tutur Indriyanto saat menuturkan pembelaan para pegawai.

Ia menuturkan, Majelis Hakim sidang etik Dewas KPK menilai alasan pembelaan para pegawai menerima uang bulanan dari tersangka korupsi itu tidak bisa diterima.

Sebab, di antara pegawai Rutan KPK terdapat petugas yang tidak mau menerima uang bulanan dari koruptor itu.

“Padahal penghasilan yang diterimanya tidak berbeda dengan para terperiksa,” tutur dia.

Baca juga: Daftar Pegawai Rutan KPK yang Terima Pungli dan Dihukum Minta Maaf oleh Dewas

Tidak hanya itu, petugas Rutan yang menolak terlibat menerima uang pungli kontraknya juga tidak diputus oleh Hengki.

“Saat ini telah diangkat sebagai ASN pada KPK bersama-sama dengan para terperiksa,” kata dia.

Dewas lantas menyatakan tidak sependapat dengan pembelaan para pegawai yang menerima uang pungli itu, meskipun mereka berdalih kondisi di rutan selain lembaga antirasuah lebih parah.

Menurut Dewas, sebagai lembaga antikorupsi sudah sepantasnya para pegawai menjaga integritas kelembagaan dan menjadi role model.

“Sehingga pembelaan tersebut harus dikesampingkan dan tidak dapat diterima,” jelas dia.

Sebagai informasi, pada hari ini Dewas KPK membacakan putusan sidang etik 90 pegawai Rutan KPK yang terlibat pungli.

Baca juga: 12 dari 90 Pegawai Rutan KPK yang Lakukan Pungli Cuma Diberi Sanksi Minta Maaf

Perkara mereka dibagi menjadi 6 kluster yang berbeda-beda. Namun, secara umum materi perbuatan mereka sama yakni penerimaan uang menyangkut pemberian fasilitas kepada para tahanan korupsi.

Jumlah uang yang diterima para petugas rutan itu bervariasi, mulai dari jutaan, puluhan juta, hingga Rp 425 juta dalam kurun waktu yang berbeda.

Kasus dugaan pungli ini ditemukan Dewas KPK dengan temuan awal mencapai Rp 4 miliar per Desember 2021 hingga Maret 2023.

Transaksi panas itu diduga terkait penyelundupan uang dan alat komunikasi untuk tahanan kasus korupsi dan terindikasi suap, gratifikasi, serta pemerasan.

Setelah melakukan rangkaian pemeriksaan etik, Dewas KPK menyebut jumlah uang pungli di Rutan KPK mencapai lebih dari Rp 6 miliar lebih dalam rentang waktu 2018-2023.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Nasional
Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Nasional
KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

Nasional
Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Nasional
Jokowi Ingatkan BPKP untuk Cegah Penyimpangan, Bukan Cari Kesalahan

Jokowi Ingatkan BPKP untuk Cegah Penyimpangan, Bukan Cari Kesalahan

Nasional
Indonesia Jadi Tuan Rumah WWF 2024, Fahira Idris Paparkan Strategi Hadapi Tantangan SDA

Indonesia Jadi Tuan Rumah WWF 2024, Fahira Idris Paparkan Strategi Hadapi Tantangan SDA

Nasional
Asa PPP Tembus Parlemen Jalur MK di Ambang Sirna

Asa PPP Tembus Parlemen Jalur MK di Ambang Sirna

Nasional
Ingatkan BPKP Jangan Cari-cari Kesalahan, Jokowi: Hanya Akan Perlambat Pembangunan

Ingatkan BPKP Jangan Cari-cari Kesalahan, Jokowi: Hanya Akan Perlambat Pembangunan

Nasional
Ada Serangan Teroris di Malaysia, Densus 88 Aktif Monitor Pergerakan di Tanah Air

Ada Serangan Teroris di Malaysia, Densus 88 Aktif Monitor Pergerakan di Tanah Air

Nasional
Mahfud Blak-blakan Hubungannya dengan Megawati Semakin Dekat Sesudah Ditunjuk Jadi Cawapres

Mahfud Blak-blakan Hubungannya dengan Megawati Semakin Dekat Sesudah Ditunjuk Jadi Cawapres

Nasional
Mahfud Nilai Pemikiran Megawati Harus Diperhatikan jika Ingin Jadi Negara Maju

Mahfud Nilai Pemikiran Megawati Harus Diperhatikan jika Ingin Jadi Negara Maju

Nasional
Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Akui Langkah Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Polisi Gerus Reputasi Lembaga

KPK Akui Langkah Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Polisi Gerus Reputasi Lembaga

Nasional
Kasus Covid-19 Melonjak di Singapura, Anggota DPR: Kita Antisipasi

Kasus Covid-19 Melonjak di Singapura, Anggota DPR: Kita Antisipasi

Nasional
Mahfud Ungkap Hubungannya dengan Prabowo Selalu Baik, Sebelum atau Setelah Pilpres

Mahfud Ungkap Hubungannya dengan Prabowo Selalu Baik, Sebelum atau Setelah Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com