Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hamid Awaludin

Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia.

Apa Salahnya "Dirty Vote"?

Kompas.com - 13/02/2024, 14:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TIGA anak bangsa, satu judul film, membuat republik geger. Lewat pemaparan mereka: Feri Amsari, Bivitri Susanti, dan Zainal Arifin Mochtar dalam film "Dirty Vote", kecurangan samar jadi terang benderang.

Pat gulipat akhlak culas yang disembunyikan, terkuak jelas. Ketiga anak bangsa tersebut, menghebohkan beberapa hari terakhir ini.

Inilah film yang paling menyedot banyak penonton hanya dalam beberapa hari. Sudah lebih sebelas juta orang menyaksikannya.

Apa yang salah dengan "Dirty Vote" ini?

Setelah dibicarakan banyak orang, pihak yang merasa dirugikan, spontan membuat kegaduhan. Pelbagai tudingan dialamatkan kepada para pelaku, produser dan sutradara film tersebut.

Mereka dituding memiliki motif politik. Maklum, sekarang ini musim politik lantaran menjelang pemilu, terutama pemilihan presiden/wakil presiden.

Cara berpikir kalangan yang protes tersebut, adalah, keadilan dan kebenaran boleh saja ditunda, bahkan dilenyapkan demi menjaga momentum politik. Demi memenangkan pasangan calon tertentu.

Keadilan dan kebenaran, ya, apa boleh buat, tidak memperoleh tempat untuk dibicarakan, apalagi untuk diikhtiarkan.

Segi momentum, justru film ini layak diberi penghargaan karena ia memberi peringatan kepada rakyat Indonesia untuk menyelamatkan demokrasi.

Ia memberitahu kita bahwa kondisi menjelang pemilu, terasa sekali adanya gelagat penguburan demokrasi. Aneka siasat tak bermoral dan tekor akhlah diperagakan untuk mencapai tujuan politik; terpilih menjadi presiden/wakil presiden.

Inilah saat yang terbaik untuk membantu rakyat menggunakan suara hatinya. Ini saat yang paling baik untuk menolong rakyat menunjukkan kedaulatannya bahwa mereka sangat dibutuhkan.

Karena itu, mereka harus menunjukkan taring kedaulatan mereka. Bukan disiasati agar mereka tidak berdaulat.

Lagi pula, bukankah harga yang telah kita bayar untuk menegakkan demokrasi lebih dua dekade silam, sangat mahal? Maka, sebaiknya harga yang dibayar itu kita tebus dengan memelihara demokrasi.

Dalam konteks ini, saya ingin menyampaikan bahwa Yang Mulia Presiden Jokowi, belum memiliki jejak terlibat dalam perjuangan penegakan demokrasi.

Yang Mulia Presiden Jokowi masuk kategori menikmati buah dari demokrasi yang diperjuangkan oleh orang lain. Sebagai penikmat, saya membayangkan, Presiden Jokowi memberi kontribusi untuk merawat demokrasi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com