Menurut saya, ini langkah yang berani dan tentu berisiko. Berani karena memang prioritas kebutuhan kita adalah bidang STEM untuk menopang industri dalam negeri demi mencapai Indonesia maju, sebagaimana pernah dilakukan oleh Singapura. Lompatan ini harus dilakukan.
Bahkan, Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Suryopratomo, dalam opininya yang berjudul Mungkinkah Hilirisasi Tanpa Penguasaan Teknologi di Harian Kompas (29/2/2024) menyarankan langkah ekstrem: “80 persen mahasiswa yang mendapatkan beasiswa LPDP harus mengambil bidang engineering dan sisanya baru untuk ilmu-ilmu sosial.”
Program-program tersebut terus direpetisi oleh Prabowo untuk merespons pertanyaan dari panelis dan capres lain.
Berbeda dengan Prabowo yang fokus pada program kerja, Ganjar menyeimbangkan antara program kerja dan kritiknya kepada kekuasaan.
Ganjar mencanangkan satu desa satu fasilitas kesehatan satu tenaga kesehatan. Di samping itu, program Ganjar berupa fasilitas pendidikan yang baik dan sekolah inklusi.
Ganjar juga menyinggung soal aspirasi buruh untuk me-review UU Cipta Kerja, namun tidak dielaborasi lebih mendalam dalam sesi-sesi berikutnya, baik oleh Ganjar maupun kedua capres yang lain.
Persona Ganjar sebagai sosok yang merakyat tetap melekat. Ia menyebut beberapa nama untuk menyampaikan beberapa isu strategis. Ini menyiratkan bahwa program Ganjar merupakan aspirasi dari bawah.
Ganjar juga memajukan program internet gratis, yang kemudian dibandingkan dengan program makan gratis Prabowo.
Sementara kritik keras dari Ganjar terhadap kondisi yang berkembang saat ini adalah soal konflik kepentingan dan menurunnya integritas dan demokrasi. Bahkan, Ganjar memungkasi debat dengan closing statement yang membentur dinding-dinding pusat kekuasaan dan oligarki.
Ganjar menutup dengan semangat perlawanan: melawan politik dinasti, kepentingan keluarga dan sepertiga oligarki ekonomi untuk memastikan track demokrasi berjalan dengan baik.
Lebih keras lagi, Ganjar meminjam pernyataan Jokowi dalam debat capres 2019 untuk menyerukan: “jangan pilih pemimpin yang punya potongan diktator dan pelanggar HAM.”
Jikapun ada kejutan dalam debat terakhir ini, closing statement Ganjar masuk di dalamnya, dan menjadikan Ganjar lebih oposisi ketimbang Anies.
Bagaimana dengan Anies?
Seperti debat-debat sebelumnya, Anies selalu memotret persoalan-persoalan akut yang ada di republik ini. Mulai dari ketidakadilan dan ketimpangan, penguasaan segelintir orang terhadap perekonomian Indonesia, pengangguran, hingga persoalan jaminan sosial, kesehatan dan pendidikan.
Persoalan-persoalan tersebut dikemas dengan diksi-diksi yang powerfull yang memang khas Anies. Diksi-diksi bernas adalah senjatanya, matching dengan setelan jas dan peci hitam yang ia kenakan; menampilkan kesan orang sekolahan.