Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Sivitas Akademik Vs Kekuasaan

Kompas.com - 07/02/2024, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TANGGUNG jawab utama intelektual, kata Avram Noam Chomsky, adalah "to speak the truth and expose the lie". Tugas ini ibarat dua sisi dari satu mata uang. Menjalankan yang satu juga akan mengungkap yang lainnya.

Artinya, menyatakan kebenaran adalah bagian dari mengekspos kebohongan dan ketidakjujuran.

Pernyataan ini sejatinya bisa dijadikan acuan awal dalam memahami gerakan masif dunia kampus dan beberapa komunitas alumni kampus yang ditujukan untuk mengevaluasi perilaku dan tindakan politik penguasa beberapa waktu belakangan.

Dengan kata lain, perkembangan sikap dunia intelektual kampus belakangan adalah bagian dari penyikapan kalangan intelektual kampus atas berbagai kebenaran yang sedang berlangsung di negeri ini pada umumnya, yakni kebenaran terkait berbagai langkah politik penguasa yang dinilai sudah mulai mengabaikan etika politik.

Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI)  Harkristuti Harkrisnowo (kedua kanan depan) serta sejumlah jajaran Sivitas Akademika UI saat menyampaikan deklarasi kebangsaan kampus perjuangan di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Jumat (2/2/2024). Deklarasi tersebut sebagai bentuk prihatin atas hancurnya tatanan hukum, dan demokrasi, khususnya peristiwa politik Pemilu 2024 yang dilakukan tanpa martabat dan keadaban publik. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/YU Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Harkristuti Harkrisnowo (kedua kanan depan) serta sejumlah jajaran Sivitas Akademika UI saat menyampaikan deklarasi kebangsaan kampus perjuangan di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Jumat (2/2/2024). Deklarasi tersebut sebagai bentuk prihatin atas hancurnya tatanan hukum, dan demokrasi, khususnya peristiwa politik Pemilu 2024 yang dilakukan tanpa martabat dan keadaban publik.
Sejatinya bukan hanya intelektual kampus yang merasakan berbagai kejanggalan politik yang terjadi sejak akhir tahun lalu. Publik pun sebenarnya terheran-heran dengan langkah menyilang penguasa meloloskan dan menyelipkan kepentingan politik keluarga dan aliansi-aliansi elitenya ke dalam pesta demokrasi yang seharusnya ditujukan untuk mengakhiri masa kekuasaan penguasa itu sendiri.

Imbasnya, penguasa tidak saja mendorong dan membantu kandidat yang akan melanjutkan legasinya selama sepuluh tahun terakhir, tapi justru membiarkan, bahkan boleh jadi ikut mendorong anaknya untuk masuk ke dalam biduk baru keberlanjutan tersebut.

Di situlah letak perkara awalnya di mana penguasa sudah tidak malu lagi melakukan "groundbreaking" proyek dinasti politik, yang justru dihindari oleh para pendahulunya.

Walhasil, langkah-langkah proaktif setelah "groundbreaking" tersebut cenderung berlangsung di luar nalar politik demokratis warisan reformasi, karena tercandra sangat kental permainan kekuasaan yang melewati batas-batas wajar yang diperbolehkan di dalam alam demokrasi.

Pergerakannya memang terlihat secara kasat mata masih di dalam ambang batas normatif. Karena itu, penguasa dan "para minions"-nya dengan mudah bisa berlindung di balik justifikasi normatif pula bahwa tak ada aturan tertulis yang dilanggar.

Jika ada, publik dipersilahkan untuk menempuh jalur hukum positif untuk mempersoalkannya.

Nah, pada aras ini dibutuhkan sentuhan intelektual kampus, yakni untuk memberikan justifikasi intelektual atas berbagai kejanggalan politik dan penyerobotan atas etika kekuasaan yang terjadi belakangan ini di Indonesia.

Sentuhan para intelektual kampus tersebut memang sangat dibutuhkan, terutama untuk memberikan landasan rasional intelektual atas kekhawatiran publik belakangan yang mensinyalir adanya permainan kekuasaan yang membahayakan eksistensi demokrasi di negeri ini.

Setelah muncul sikap dari sivitas akademik tersebut, semestinya publik semakin yakin dan semakin berani menyampaikan masukan, kritikan, tanggapan, dan penilaian, atas langkah-langkah politik penguasa, sebagai bagian dari kontrol publik kepada pemerintah di dalam negara demokratis sekaliber Indonesia, jika terdapat permainan kekuasaan yang berbau busuk dan amis.

Dukungan berupa justifikasi intelektual dan moral dari sivitas akademika akan menambah legitimasi rasional atas berbagai kekhawatiran publik selama ini di satu sisi dan akan menjadi tekanan evaluatif kepada kekuasaan di sisi lain.

Jadi alih-alih menuduh dipolitisasi atau bersifat partisan, sejatinya Istana dan jejaring kekuasaan yang mendukungnya semestinya menerima dengan baik masukan dan kritikan dari sivitas akademik tersebut.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

Nasional
KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

Nasional
Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Nasional
Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com