Penguasa dan jejaring kekuasaan yang menopangnya selama ini boleh saja mengabaikan atau bahkan menuduh macam-macam atas lahirnya gerakan sivitas akademik belakangan ini.
Namun, selama penguasa gagal membantahnya secara naratif intelektual, sebagaimana sivitas akademik telah menyampaikan argumentasinya secara naratif intelektual, maka secara harfiah penguasa dan jejaring kekuasaan yang menopangnya saat ini memang sedang dilanda penyakit-penyakit yang sedang disebutkan di dalam pernyataan-penyataan sivitas akademik belakangan, yakni penyakit "abai etika politik" dan "misuses of power". Sungguh sangat disayangkan.
Generasi muda, terutama generasi muda kritis dari kampus, mahasiswa, semestinya berdiri dengan gagah dan berani membela para dosen dan guru besar mereka yang telah lebih dulu berani bersikap.
Mahasiswa harus segera menentukan posisi berdiri, apakah bersama panutan-panutan intelektual kampus, atau justru bersama dengan birokrat kampus yang cenderung menegasikan pernyataan sikap para intelektual kampus.
Para "agen kebenaran" yang diletakkan di pundak para intelektual kampus harus ditopang oleh kegagahan dan keberanian politik dari para "agent of change" atau mahasiswa, agar kebenaran yang mereka suarakan segera mendapatkan kekuatan riil di tataran operasional.
Hanya dengan cara itu suara intelektual kampus bisa menjadi kekuatan yang ditakuti oleh kekuasaan. Semoga!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.