Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Dinilai Perlu Punya UU Lembaga Kepresidenan

Kompas.com - 04/02/2024, 09:26 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pengamat Politik Eep Saefulloh Fatah menilai Indonesia membutuhkan Undang-Undang Lembaga Kepresidenan.

Dalam beleid itu juga perlu diatur soal pelucutan kekuasaan presiden di akhir-akhir masa jabatannya.

“Contoh undang-undang lembaga kepresidenan harus dibikin dan presiden harus dipincangkan, kalau istilah Zainal Arifin Mochtar, istilah umum sebetulnya itu, dalam pengertian bahwa dia harus dilucuti sebagian kekuasaannya dalam waktu yang krusial misalnya di ujung pemerintahan,” ujar Eep dalam siaran Gaspol yang tayang di YouTube Kompas.com pada Sabtu (4/2/2024).

Baca juga: GASPOL! Hari Ini: Eep Saefulloh Fatah Ungkap Skenario Ganjar dan Anies di Putaran Kedua

Hal tersebut diperlukan guna mencegah tindakan sewenang-wenang oleh presiden dalam mengintervensi kekuasaan di akhir masa jabatannya.

“Supaya ketika dia jadi kandidat (presiden) lagi dia tidak menyeleweangkan kekuasaan atau di ujung dua terminnya dia tidak melakukan nepotisme, dia tidak melakukan personalisasi bansos dan lain-lain. Itu harus diatur,” kata dia.

Selain itu, CEO Pollmark Indonesia ini juga menyorot soal masalah kolusi di kalangan oligarki.

Dia menilai Indonesia memerlukan Undang-Undang Pendanaan Politik atau Political Financing yang mengatur secara detil soal keuangan suatu kegiatan politik.

“Harus ada misalnya Undang-Undang Political Financing Pendanaan Politik yang dibuat, yang mengatur bagaimana uang untuk kegiatan politik dikumpulkan, bukan hanya besarnya, transparansinya, mekanisme pertanggungjawabannya,” kata Eep.

Baca juga: Menegakkan Kembali Etika Kehidupan Berbangsa

“Bagaimana uang dikeluarkan untuk kegiatan politik spending, bukan hanya besarnya, tapi transparansinya dan bagaimana pertanggungjawabannya,” sambung dia.

Selanjutnya, ia juga menyorot politik balas budi atau tindakan repayment politik dapat merusak demokrasi.

Eep menilai seharusnya tindakan memberikan privilege atau keutamaan kepada orang yang membantu saat kampanye itu dilarang.

“Dan politik yang berbasis balas budi segala macam itu terbukti menghancurkan demokrasi,” tambah dia.

Baca juga: Sesar Politik Kesadaran Berbangsa Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Masyarakat Sipil Minta DPR Batalkan Pembahasan Revisi UU TNI karena Bahayakan Demokrasi

Masyarakat Sipil Minta DPR Batalkan Pembahasan Revisi UU TNI karena Bahayakan Demokrasi

Nasional
Aksi Cepat Tanggap Kementerian KP Bantu Korban Banjir Bandang dan Longsor di Sumbar

Aksi Cepat Tanggap Kementerian KP Bantu Korban Banjir Bandang dan Longsor di Sumbar

Nasional
Bertemu PBB di Bali, Jokowi Tegaskan Akar Konflik Palestina-Israel Harus Diselesaikan

Bertemu PBB di Bali, Jokowi Tegaskan Akar Konflik Palestina-Israel Harus Diselesaikan

Nasional
Lemhannas: Transisi Kepemimpinan Jokowi ke Prabowo Relatif Mulus, Tak Akan Ada Gejolak

Lemhannas: Transisi Kepemimpinan Jokowi ke Prabowo Relatif Mulus, Tak Akan Ada Gejolak

Nasional
Jokowi Sampaikan Dukacita atas Meninggalnya Presiden Iran

Jokowi Sampaikan Dukacita atas Meninggalnya Presiden Iran

Nasional
Laporkan Dewas KPK yang Berusia Lanjut ke Bareskrim, Nurul Ghufron Tak Khawatir Dicap Negatif

Laporkan Dewas KPK yang Berusia Lanjut ke Bareskrim, Nurul Ghufron Tak Khawatir Dicap Negatif

Nasional
Bertemu Presiden Fiji di Bali, Jokowi Ajak Jaga Perdamaian di Kawasan Pasifik

Bertemu Presiden Fiji di Bali, Jokowi Ajak Jaga Perdamaian di Kawasan Pasifik

Nasional
Saat Revisi UU Kementerian Negara Akan Jadi Acuan Prabowo Susun Kabinet, Pembahasannya Disebut Kebetulan...

Saat Revisi UU Kementerian Negara Akan Jadi Acuan Prabowo Susun Kabinet, Pembahasannya Disebut Kebetulan...

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Laporkan Dewas KPK Ke Bareskrim Polri Atas Dugaan Pencemaran Nama Baik

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Laporkan Dewas KPK Ke Bareskrim Polri Atas Dugaan Pencemaran Nama Baik

Nasional
Marinir Ungkap Alasan Tak Bawa Jenazah Lettu Eko untuk Diotopsi

Marinir Ungkap Alasan Tak Bawa Jenazah Lettu Eko untuk Diotopsi

Nasional
MK: Tak Ada Keberatan Anwar Usman Adili Sengketa Pileg yang Libatkan Saksi Ahlinya di PTUN

MK: Tak Ada Keberatan Anwar Usman Adili Sengketa Pileg yang Libatkan Saksi Ahlinya di PTUN

Nasional
Kemenag Sayangkan 47,5 Persen Penerbangan Haji Garuda Alami Keterlambatan

Kemenag Sayangkan 47,5 Persen Penerbangan Haji Garuda Alami Keterlambatan

Nasional
Laporan Fiktif dan Manipulasi LPJ Masih Jadi Modus Korupsi Dana Pendidikan

Laporan Fiktif dan Manipulasi LPJ Masih Jadi Modus Korupsi Dana Pendidikan

Nasional
Dana Bantuan dan Pengadaan Sarana-Prasarana Pendidikan Masih Jadi Target Korupsi

Dana Bantuan dan Pengadaan Sarana-Prasarana Pendidikan Masih Jadi Target Korupsi

Nasional
Lettu Eko Terindikasi Terlilit Utang Karena Judi Online, Dankormar: Utang Almarhum Rp 819 Juta

Lettu Eko Terindikasi Terlilit Utang Karena Judi Online, Dankormar: Utang Almarhum Rp 819 Juta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com