Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Status Tersangka Eddy Hiariej Gugur, KPK Diminta Hentikan Penyidikan Kasus Dugaan Suap dan Gratifikasi

Kompas.com - 03/02/2024, 07:05 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta menghentikan penyidikan kasus dugaan suap yang diduga melibatkan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, dan Direktur PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan.

Desakan ini disampaikan Kuasa Hukum Helmut Hermawan, Resmen Kadapi untuk menyikapi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang menggugurkan status tersangka Eddy Hiariej.

Resmen mengatakan, alat bukti yang dipakai KPK untuk menjerat tersangka lain, termasuk kliennya, sama seperti bukti yang digunakan untuk menetapkan Eddy sebagai tersangka.

“Alat bukti yang digunakan untuk menetapkan Pak Eddy sebagai tersangka itu tidak sah. Kemudian prosedur dalam menetapkan tersangka juga cacat hukum. Artinya, secara mutatis dan mutandis, ini berlaku terhadap klien kami," kata Resmen dalam keterangan tertulis, Jumat (2/2/2024). 

Baca juga: Kalah dalam Praperadilan, KPK Tetap Proses Dugaan Korupsi Wamenkumham Eddy Hiariej

"Nah, oleh karena ini secara mutatis dan mutadis, kewenangan diserahkan kembali kepada pemilik kewenangannya, yaitu KPK, untuk melakukan hal yang bersifat terobosan, langkah hukum untuk menghentikan proses terhadap apa yang disangkakan terhadap klien kami HH, ini harus dihentikan. Kenapa harus dihentikan? Karena yang disuap HH terus siapa?" tambah dia.

Sebagaimana diketahui, KPK tak hanya menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka, tetapi ada tersangka lainnya, termasuk Helmut.

Selain itu, Yogi selaku asisten pribadi Eddy Hiariej, Yosi yang merupakan pengacara dan mahasiswa dari eks Wamenkumham itu juga ditetapkan tersangka dalam kasus yang sama.

Resmen menjelaskan, proses penyidikan perkara dugaan suap di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM dikenakan dengan Pasal 5 dan Pasal 12 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Dalam kasus ini, Eddy turut dijeratkan Pasal 12 sebagai penerima suap.

Namun, karena gugatan praperadilan menyatakan penetapan tersangka tidak sah, ia lantas mempertanyakan status kliennya yang dijerat Pasal 5.

“Kalau Pasal 12 ini gugur, terus Pasal 5 ini menyuap siapa? itulah kenapa alasan kami secara mutatis dan mutandis ini harus berlaku kepada klien kami Helmut Hermawan,” ucap dia. 

Baca juga: Jejak Dugaan Korupsi Wamenkumham Eddy Hiariej, Sempat Revisi Praperadilan Berujung Menang

Adapun Helmut turut menggugat KPK ke PN Jakarta Selatan lantaran keberatan usai ditetapkan sebagai tersangka suap terhadap Eddy Hiariej.

Gugatan Helmut teregister dengan nomor perkara 19/Pid. Prap/2024/PN.JKT.SEL itu bakal digelar pada, Senin 5 Februari 2024.

Pihak Eddy sudah lebih dahulu melayangkan gugatan praperadilan. Hasilnya, gugatan dikabulkan dan status tersangka Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) itu pun gugur berdasarkan sidang di PN Jakarta Selatan, Selasa (30/1/2024).

Sebagaimana diketahui, KPK telah menetapkan Eddy dan Helmut sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.

Dalam kasus ini, KPK menduga Eddy telah menerima uang sebesar Rp 8 miliar dari Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM), Helmut Hermawan.

Eddy disebut membantu Helmut ketika hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT CLM terblokir dalam sistem administrasi badan hukum (SABH). 

Baca juga: Profil Eddy Hiariej, Eks Wamenkumham yang Status Tersangkanya Gugur

Pemblokiran itu dilakukan setelah adanya sengketa di internal PT CLM. Berkat bantuan dan atas kewenangan Eddy selaku Wamenkumham, pemblokiran itu pun dibuka.

Selain eks Wamenkumham dan Helmut Hermawan, Asisten Pribadi (Aspri) Eddy Hiariej, Yogi Arie Rukmana dan seorang pengacara Yosi Andika Mulyadi juga menjadi tersangka.

Perkara dugaan korupsi yang menjerat Edward Omar Sharif Hiariej ini berawal dari laporan Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso terkait dugaan penerimaan gratifikasi Rp 7 miliar pada 14 Maret 2023.

Terkait laporan itu, Eddy diduga menerima gratifikasi Rp 7 miliar dari Helmut Hermawan yang meminta konsultasi hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 23 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 23 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com