Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Virdika Rizky Utama
Peneliti PARA Syndicate

Peneliti PARA Syndicate dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University.

Risiko Politisasi Bansos oleh Presiden Jokowi

Kompas.com - 03/02/2024, 07:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEMENTERIAN Keuangan siap mengucurkan program-program dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mendanai bantuan langsung tunai (BLT) yang baru saja dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Bantuan sosial BLT berjumlah Rp 11,25 triliun ini dialokasikan sebesar Rp 200.000 per keluarga setiap bulannya untuk Januari, Februari, dan Maret, dengan jumlah keseluruhan Rp 600.000, disalurkan dalam satu kali pembayaran di bulan Februari.

Diperkirakan sekitar 18,8 juta keluarga akan menerima manfaat dari skema ini. Waktu distribusi bantuan sosial yang signifikan ini, tepat sebelum pemilihan umum, merupakan kasus yang jelas-jelas dipolitisasi.

Dengan latar belakang demokrasi yang kompleks, interaksi antara kesejahteraan sosial dan integritas politik sangatlah penting, membentuk tatanan masyarakat yang dapat memperkuat martabat warganya atau mengorbankan prinsip-prinsip utama nilai-nilai demokrasi.

Saat ini, Indonesia menghadapi tantangan signifikan dalam menghadapi pergeseran lanskap politik menjelang Pemilu 2024.

Tantangan ini terutama berakar pada politisasi program bantuan sosial (bansos), tren memprihatinkan yang semakin terlihat di bawah pemerintahan Jokowi.

Bantuan sosial, yang dikonseptualisasikan sebagai bantuan langsung dari negara kepada masyarakat yang rentan secara ekonomi, telah menjadi bagian penting dari struktur sosial-ekonomi Indonesia.

Diamanatkan oleh undang-undang seperti Undang-Undang Kesejahteraan Sosial tahun 2009 dan Undang-Undang Pekerja Sosial tahun 2019, program-program ini memiliki tujuan mulia: melindungi masyarakat dari guncangan sosial-ekonomi.

Namun, integritas bansos sedang dirusak oleh penggunaannya yang terang-terangan sebagai alat politik, terutama terlihat jelas menjelang pemilihan umum tahun 2024.

Pendekatan Presiden Jokowi terhadap bantuan sosial telah menimbulkan pertanyaan tentang keberpihakannya terhadap kepentingan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, terutama karena Gibran adalah putra Jokowi.

Pernyataan dan perkembangan terbaru semakin menunjukkan adanya dukungan tidak langsung dari Jokowi untuk pasangan ini.

Situasi ini menimbulkan kekhawatiran etis, mengisyaratkan penyimpangan dari prinsip-prinsip kedaulatan demokratis. Idealnya, kesejahteraan rakyat harus menjadi yang terpenting.

Sebaliknya, ada pergeseran ke arah penggunaan inisiatif ini sebagai alat strategis dalam lanskap politik, yang secara halus memengaruhi persepsi publik dan pengambilan keputusan selama siklus pemilihan.

Politisasi ini bukan hanya melanggar prinsip-prinsip demokrasi, melainkan juga penghinaan terhadap martabat rakyat Indonesia.

Ketika program-program kesejahteraan digunakan untuk meraih keuntungan elektoral, pemerintah berbelok dari perannya sebagai penyedia barang publik yang netral dan menjadi pemain yang partisan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK: Anwar Usman Tetap Adili Sengketa Pileg yang Libatkan Saksi Ahlinya di PTUN

MK: Anwar Usman Tetap Adili Sengketa Pileg yang Libatkan Saksi Ahlinya di PTUN

Nasional
9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja, Imam Prasodjo Singgung soal Konsep 'Link and Match'

9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja, Imam Prasodjo Singgung soal Konsep "Link and Match"

Nasional
MK Didesak Larang Anwar Usman Putus Sengketa Pileg yang Libatkan Saksi Ahlinya

MK Didesak Larang Anwar Usman Putus Sengketa Pileg yang Libatkan Saksi Ahlinya

Nasional
Try Sutrisno Peringatkan Prabowo Jangan Ceroboh Tambah Kementerian

Try Sutrisno Peringatkan Prabowo Jangan Ceroboh Tambah Kementerian

Nasional
Kakak SYL Disebut Dapat Duit Rp 10 Juta Per Bulan dari Kementan

Kakak SYL Disebut Dapat Duit Rp 10 Juta Per Bulan dari Kementan

Nasional
PDI-P Tak Bakal Cawe-cawe dalam Penyusunan Kabinet Prabowo-Gibran

PDI-P Tak Bakal Cawe-cawe dalam Penyusunan Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Saksi Sebut Pedangdut Nayunda Nabila Dititip Kerja di Kementan jadi Asisten Anak SYL

Saksi Sebut Pedangdut Nayunda Nabila Dititip Kerja di Kementan jadi Asisten Anak SYL

Nasional
Gerindra: Revisi UU Kementerian Negara Akan Jadi Acuan Prabowo Susun Kabinet

Gerindra: Revisi UU Kementerian Negara Akan Jadi Acuan Prabowo Susun Kabinet

Nasional
9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja, Imam Prasodjo Dorong Pelibatan Unit Kerja Kreatif

9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja, Imam Prasodjo Dorong Pelibatan Unit Kerja Kreatif

Nasional
Cegah Jual Beli Suara, Perludem Minta MK Lanjutkan Sengketa PPP-Partai Garuda ke Pembuktian

Cegah Jual Beli Suara, Perludem Minta MK Lanjutkan Sengketa PPP-Partai Garuda ke Pembuktian

Nasional
Minta Pejabat Kementan Beli Mikrofon Rp 25 Juta, SYL: Saya Pinjam Dek

Minta Pejabat Kementan Beli Mikrofon Rp 25 Juta, SYL: Saya Pinjam Dek

Nasional
Zulhas Sebut Para Mendag APEC 2024 Sepakat Dorong Digitalisasi dalam Perdagangan di Era Modern

Zulhas Sebut Para Mendag APEC 2024 Sepakat Dorong Digitalisasi dalam Perdagangan di Era Modern

Nasional
Bantah Tak Solid, Elite PDI-P Sebut Semua Kader Boleh Berpendapat Sebelum Megawati Ambil Keputusan

Bantah Tak Solid, Elite PDI-P Sebut Semua Kader Boleh Berpendapat Sebelum Megawati Ambil Keputusan

Nasional
BNPT: Indonesia Berkomitmen Tindak Lanjuti Resolusi Penanganan Anak yang Terasosiasi Kelompok Teroris

BNPT: Indonesia Berkomitmen Tindak Lanjuti Resolusi Penanganan Anak yang Terasosiasi Kelompok Teroris

Nasional
PKS Akui Komunikasi dengan Anies dan Sudirman Said untuk Pilkada DKI

PKS Akui Komunikasi dengan Anies dan Sudirman Said untuk Pilkada DKI

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com