POLITIK di Filipina mendadak memanas karena Presiden Filipina Ferdinand Romualdez Marcos Jr atau dikenal juga dengan Bongbong Marcos, yang pada pemilihan umum 2022 lalu berpasangan dengan anak mantan presiden Rodrigo Duterte, yaitu Sara Duterte, justru diancam akan digulingkan oleh Rodrigo Duterte.
Ancaman tersebut lahir karena presiden terpilih, Bongbong Marcos, mendukung rencana amandemen konstitusi Filipina, yang salah satunya berisikan tentang rencana pembatalan masa jabatan presiden yang saat ini berlaku.
Dalam konstitusi Filipina, presiden hanya boleh dipilih sekali untuk masa jabatan 6 tahun, setelah itu tidak bisa dipilih lagi.
Namun dalam perkembangan baru-baru ini, muncul wacana untuk menghapus masa jabatan presiden di mana Bongbong Marcos masuk ke dalam kelompok politik yang ingin membatalkan batasan masa jabatan tersebut.
Hal tersebut ditambah dengan sebab minor lainnya, yakni posisi wakil presiden, Sara Duterte yang notabene adalah putri Rodrigo Duterte, cenderung kurang dianggap di dalam pemerintahan Bongbong.
Bahkan dikabarkan, telah terjadi friksi politik di dalam pemerintahan Filipina yang tak mampu dikelola oleh Bongbong.
Pasalnya, sejak mencuatnya wacana pembatalan batasan masa jabatan presiden di dalam konstitusi negara dengan sebutan Pearl of the Orient Seas itu, pembelahan politik di Filipina semakin tajam di antara kedua kubu.
Dan putri Duterte, yang notabene masuk ke dalam kelompok kontra terhadap wacana tersebut semakin diasingkan di dalam pemerintahan.
Apa yang sedang terjadi di Filipina mengingatkan kita pada apa yang pernah terjadi di negeri ini sejak dua tahun lalu dan berpotensi terjadi setelah pemilihan presiden tahun 2024 ini.
Pasalnya, pemilu di Filipina 2022, memiliki banyak kesamaan dengan pemilihan presiden Indonesia di tahun 2024.
Sejak 2022 lalu, beberapa kali wacana tentang perpanjangan masa jabatan presiden dan penambahan masa jabatan presiden muncul ke permukaan. Termasuk kemunculan wacana tentang amandemen konstitusi yang terkait dengan masa jabatan presiden.
Jadi sebelum Filipina diguncang oleh isu amandemen konstitusi tentang penghapusan masa jabatan presiden, di Indonesia telah lebih dahulu muncul wacana yang sama.
Namun karena kencangnya penolakan publik, akhirnya wacana tersebut gugur dengan sendirinya karena gagal mendapatkan legitimasi di ruang publik.
Kendati demikian, arah dan pola Pilpres Indonesia akhirnya justru menyerupai Pilpres di Filipina.
Gugurnya wacana tiga periode dan perpanjangan masa jabatan presiden, akhirnya Mahkamah Konstitusi muncul dengan keputusan yang memberikan lampu hijau kepada anak presiden yang sedang berkuasa untuk ikut berkontestasi.