Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Praperadilan Eks Wamenkumham Dikabulkan, Ketua KPK Sebut Akan Pelajari Putusannya

Kompas.com - 30/01/2024, 18:03 WIB
Syakirun Ni'am,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sementara Nawawi Pomolango menyatakan pihaknya bakal mempelajari putusan Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang mengabulkan gugatan praperadilan eks Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.

Eddy Hiariej sebelumnya ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi.

Dengan adanya putusan PN Jaksel itu, maka status tersangka Eddy Hiariej kini dicabut.

"Kita akan lihat, kita akan baca, kita akan pelajari terlebih dahulu produk putusannya," kata Nawawi saat ditemui Kompas.com di Menara KOMPAS, Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (30/1/2024).

Baca juga: Praperadilan Eks Wamenkumham Eddy Hiariej Dikabulkan, Status Tersangka Dinyatakan Tidak Sah

Nawawi mengaku, pada malam sebelumnya telah menghubungi Kepala Biro (Kabiro) Hukum KPK guna menanyakan peluang kemenangan lembaga antirasuah melawan gugatan praperadilan eks Wamenkumham.

Dia mengatakan, menurut Kabiro Hukum KPK, prosentase gugatan praperadilan itu ditolak mencapai 60 persen.

Meski demikian, Nawawi menekankan bahwa praperadilan hanya menggugat aspek formil suatu perkara. Sementara aspek materiilnya tetap ada.

"Tentu kita akan periksa pada bagian mana aspek formil yang dinyatakan tidak tepat, itu dari produk putusan hakim praperadilan," ujar Nawawi.

Baca juga: Tersangka Penyuap Eks Wamenkumham Cabut Praperadilan Lawan KPK

Sebelumnya, Hakim Tunggal PN Naksel Estino mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan Eddy Hiariej.

Gugatan diajukan lantaran Eddy tidak terima ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi oleh KPK.

"Mengadili, dalam eksepsi menyatakan eksepsi termohon tidak dapat diterima seluruhnya," kata Estiono di ruang sidang, Selasa.

Hakim juga menilai penetapan tersangka terhadap pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Dalam pokok perkara menyatakan penetapan tersangka oleh termohon (KPK) sebagaimana dimaksud Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 UU 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 auat 1 KUHP terhadap pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Estiono

"Menghukum termohon untuk membayar biaya perkara sejumlah nihil," katanya lagi.

Baca juga: Praperadilan Eks Wamenkumham Eddy Hiariej Dikabulkan, Status Tersangka Dinyatakan Tidak Sah

Perkara dugaan korupsi yang menjerat Edward Omar Sharif Hiariej ini berawal dari laporan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso terkait dugaan penerimaan gratifikasi Rp 7 miliar pada 14 Maret 2023.

Uang panas itu disebut diberikan oleh Direktur PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan. Perusahaan yang bergerak di tambang nikel itu menghadapi sengketa saham.

KPK kemudian melakukan penyelidikan dan menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi.

Selain Eddy, KPK juga menetapkan asisten pribadinya bernama Yogi Arie Rukmana dan mantan mahasiswanya yang menjadi pengacara Yosi Andika Mulyadi sebagai tersangka.

Selain itu, KPK juga menetapkan Helmut sebagai tersangka pemberi suap.

Baca juga: KPK Panggil Idrus Marham Jadi Saksi Dugaan Suap Eks Wamenkumham Eddy Hiariej

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com