Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Jokowi Angkat Bicara Usai Pernyataan Presiden Boleh Berpihak dan Kampanye Dikritik

Kompas.com - 27/01/2024, 10:49 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo akhirnya angkat bicara usai pernyatannya bahwa presiden boleh berkampanye dan memihak menuai pro dan kontra di masyarakat.

Dalam video yang disiarkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (26/1/2024), Jokowi menjelaskan, bahwa apa yang ia sampaikan kepada wartawan pada Rabu (24/1/2024) lalu hanya mengutip dari undang-undang.

"Itu kan ada pertanyaan dari wartawan mengenai menteri boleh kampanye atau tidak? Saya sampaikan ketentuan dari peraturan perundang-undangan," ujar Jokowi.

Presiden Jokowi kemudian mengambil dua karton yang telah disediakan Biro Pers Sekretariat Presiden. Pada karton putih itu tertulis aturan yang menjadi dasar pernyataannya.

Baca juga: Beda dengan ASN yang Harus Netral di Pemilu, Menpan RB: Menteri Itu Political Appointing

"Ini saya tunjukin," ujar Jokowi sambil menunjukkan lembaran karton pertama bertuliskan aturan pasal 299 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.

Kepala Negara kemudian membacakan aturan yang tertulis, yakni dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu jelas menyampaikan di pasal 299 bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye.

"(Itu) Jelas," tegasnya.

"Itu yang saya sampaikan ketentuan mengenai UU Pemilu, jangan ditarik kemana-mana," lanjut Presiden.

Melansir UU Pemilu, Pasal 299 itu berbunyi:

Ayat 1), Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye.

Ayat 2), Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai politik mempunyai hak melaksanakan kampanye.

Ayat 3), Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota partai politik dapat melaksanakan kampanye apabila yang bersangkutan sebagai:

a. Calon presiden dan calon wakil presiden

b. Anggota tim kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU, atau

c. Pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.

Baca juga: Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak, Pemerintah DIY Tegaskan ASN Harus Netral Selama Pemilu

Presiden Jokowi kemudian menunjukkan lembar karton berikutnya yang berisi pasal 281 UU Nomor 7 Tahun 2017.

Pasal itu menjelaskan bahwa ada sejumlah ketentuan bila kampanye dan pemilu diikuti oleh presiden dan wakil presiden.

Secara lengkap, pasal itu berbunyi:

Ayat 1), Kampanye pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota dan wali kota harus memenuhi ketentuan:

a. Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dan

b. Menjalani cuti di luar tanggungan negara.

Ayat 2, cuti dan jadwal cuti sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggara negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Ayat 3), ketentuan lebih lanjut mengenai keikutsertaan pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan KPU.

Ilustrasi Pemilu 2024iStockphoto/Serhej Calka Ilustrasi Pemilu 2024

Jokowi pun meminta agar masyarakat tak menarik kesimpulan atas pernyataannya ke hal-hal yang lain. Sebab, aturan yang ada sudah mengatur mengenai hal ini.

"Sudah jelas semua kok. Sekali lagi jangan ditarik kemana-mana, jangan diinterpretasikan kemana-mana, saya hanya menyampaikan ketentuan perundang undangan karena ditanya," tambahnya.

Pro dan kontra

Sebagai informasi, pernyataan Jokowi sebelumnya menuai respons beragam dari publik. 

Wakil Presiden Ma'ruf Amin, misalnya, meminta masyarakat yang menilai langsung pernyataan Jokowi soal presiden boleh kampanye dan memihak.

Sedangkan Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati menganggap, pernyataan tersebut sebagai sebuah bentuk penyalahgunaan kekuasaan.

"Abuse of power in election benar-benar terasa, apalagi Presiden punya kekuatan dan kekuasaan yang demikian besar," kata Neni saat dihubungi pada Rabu (25/1/2024).

Baca juga: Presiden Jokowi Diharap Cari Titik Temu antara Desakan Netralitas dan Hak Politik Pribadi

"Dan ketidaknetralan yang terjadi ini akan memicu konflik bangsa serta menjadi ancaman serius bagi persatuan bangsa," sambung Neni.

Menurut dia, banyak pihak berharap Jokowi bisa netral di Pemilu 2024. Namun, Jokowi justru dinilai tak lagi memegang standar etik dan moral sebagai pemimpin, menurutnya.

Terpisah, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Erry Riyana Hardjapamekas yang sebelumnya dikenal dekat dan menjadi pendukung Jokowi merasa khawatir pernyataan Presiden itu bisa berbuntut panjang pada netralitas aparat negara.

Terlebih saat ini pemungutan suara untuk Pilpres 2024 tinggal menghitung hari.

Ia cemas, pernyataan Jokowi dimaknai sebagai instruksi kepada aparat negara untuk berpihak kepada calon yang disukai presiden.

Baca juga: Beda Jokowi dan Maruf soal Netralitas di Pilpres, Presiden Menyatakan Boleh Berpihak tapi Wapres Netral

"Saya berharap ini tidak serta-merta menjadi semacam instruksi ke bawah," kata Erry dalam diskusi Jaga Pemilu, Kamis.

"Itu yang paling kami khawatirkan. Karena kemarin-kemarin saja sebelum ada pernyataan sejelas dan seterang ini pun, sudah ada laporan-laporan--walaupun tidak formal--tentang netralitas aparat sipil negara atau aparat negara di masyarakat berbagai daerah," ungkapnya.

Erry berharap Jokowi yang pernah ia sangat kagumi itu menarik pernyataan problematik tersebut.

Sementara itu, Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Yusril Ihza Mahendra menganggap, tidak ada yang salah dari pernyataan Jokowi.

"Aturan sekarang tidak seperti itu, maka Jokowi tidak salah jika dia mengatakan presiden boleh kampanye dan memihak," ujar Yusril dalam keterangannya, Rabu.

Baca juga: Media Asing Soroti Netralitas Jokowi di Pilpres 2024, Dukungan Presiden Bisa Jadi Pedang Bermata Dua

Yusril menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Pemilu saat ini, presiden dan wapres memang dibolehkan untuk berkampanye

Mengutip ketentuan Pasal 280 UU Pemilu, pejabat-pejabat negara yang tidak boleh kampanye di antaranya seperti ketua dan para Hakim Agung; ketua dan para Hakim Mahkamah Konstitusi; ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dan seterusnya.

Yusril lantas menekankan bahwa presiden, wapres, serta para menteri tidak termasuk dalam pejabat negara yang dilarang kampanye

Menurut Yusril, Presiden dan Wapres boleh berkampanye, baik mengkampanyekan diri sendiri sebagai petahana maupun mengkampanyekan orang lain.

Soal keberpihakan, Yusril mengatakan, jika presiden berkampanye, maka dia diperbolehkan untuk berpihak.

Baca juga: Mengapa Netralitas Presiden dalam Pilpres Diperlukan?

Menurutnya, tidak mungkin bila seseorang mengkampanyekan salah satu paslon, tapi orang tersebut tidak berpihak ke paslon tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Pasal-pasal di RUU Penyiaran Dinilai Berupaya Mengendalikan dan Melemahkan Pers

Pasal-pasal di RUU Penyiaran Dinilai Berupaya Mengendalikan dan Melemahkan Pers

Nasional
Korban Meninggal akibat Banjir Lahar di Sumbar Kembali Bertambah, Total 62 Orang

Korban Meninggal akibat Banjir Lahar di Sumbar Kembali Bertambah, Total 62 Orang

Nasional
Indonesia Dukung Pembentukan Global Water Fund di World Water Forum Ke-10

Indonesia Dukung Pembentukan Global Water Fund di World Water Forum Ke-10

Nasional
Waisak 2024, Puan Ajak Masyarakat Tebar Kebajikan dan Pererat Kerukunan

Waisak 2024, Puan Ajak Masyarakat Tebar Kebajikan dan Pererat Kerukunan

Nasional
Jokowi Ucapkan Selamat Hari Raya Waisak, Harap Kedamaian Selalu Menyertai

Jokowi Ucapkan Selamat Hari Raya Waisak, Harap Kedamaian Selalu Menyertai

Nasional
Kementerian KKP Bantu Pembudidaya Terdampak Banjir Bandang di Sumbar

Kementerian KKP Bantu Pembudidaya Terdampak Banjir Bandang di Sumbar

Nasional
Jokowi Bakal Jadi Penasihatnya di Pemerintahan, Prabowo: Sangat Menguntungkan Bangsa

Jokowi Bakal Jadi Penasihatnya di Pemerintahan, Prabowo: Sangat Menguntungkan Bangsa

Nasional
Soal Jatah Menteri Demokrat, AHY: Kami Pilih Tak Berikan Beban ke Pak Prabowo

Soal Jatah Menteri Demokrat, AHY: Kami Pilih Tak Berikan Beban ke Pak Prabowo

Nasional
Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

Nasional
Tak Setuju Istilah 'Presidential Club', Prabowo: Enggak Usah Bikin Klub, Minum Kopi Saja

Tak Setuju Istilah "Presidential Club", Prabowo: Enggak Usah Bikin Klub, Minum Kopi Saja

Nasional
1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com