Etika menuntut keputusan atau sikap (politik) yang didasarkan pada prinsip-prinsip moral dan kesadaran diri yang tinggi, sementara hukum seringkali hanya terbatas pada peraturan dan sanksi formal.
Etika memberikan pedoman moral yang lebih luas, sedangkan hukum bersifat lebih spesifik dalam menangani pelanggaran tertentu.
Meskipun keduanya saling terkait, etika dapat mencakup dimensi moral yang lebih mendalam dan melibatkan pertimbangan nilai yang lebih komprehensif.
Sejumlah filsuf besar telah mengajarkan atau memberikan pandangan kepada kita, betapa sesungguhnya etika jauh lebih tinggi, dan mestinya menjadi pedoman utama dari penegakan hukum.
Meski, pandangan bahwa "etika lebih tinggi dari hukum" bukanlah konsep yang bersifat konkret atau spesifik, tetapi umumnya menekankan pentingnya moralitas dan nilai-nilai etis yang mendalam ketika seseorang akan pengambilan satu keputusan.
Seperti oleh Immanuel Kant, filsuf Jerman abad ke-18, dengan pandangannya soal etika, yang dikenal sebagai "etika kewajiban" atau "etika deontologis”, yaitu tindakan moral ditegakkan oleh kewajiban dan prinsip moral yang berlaku secara universal.
Kant dalam hal ini menekankan pentingnya "imperatif kategoris," yaitu aturan moral yang harus atau penting untuk diikuti tanpa tergantung pada konsekuensinya.
Artinya, seseorang harus bertindak sesuai dengan prinsip moral yang dapat diterapkan secara universal, tanpa memandang hasil akhirnya seperti apa.
Dalam konteks itu, pandangan Kant tentang etika tentu mendukung ide bahwa etika lebih tinggi dari hukum, karena kewajiban moral dianggap lebih fundamental daripada ketaatan terhadap peraturan hukum.
Begitu pula oleh filsuf Inggris abad ke-19, John Stuart Mill, lewat karyanya yang berjudul "Utilitarianism" (Utilitarianisme), yang diterbitkan pada 1863.
Mengembangkan gagasan etika utilitarianisme, Mill menekankan bahwa kebaikan moral dapat diukur oleh tingkat kebahagiaan yang dihasilkan oleh suatu tindakan.
Ia berpendapat bahwa tindakan yang menghasilkan kebahagiaan yang maksimal untuk sebanyak mungkin orang adalah tindakan yang moral.
Jadi, pandangan etika Mill, yang didasarkan pada prinsip utilitarianisme, dapat diinterpretasikan sebagai pentingnya mempertimbangkan konsekuensi dan akibat tindakan dalam menentukan kebaikan moral.
Begitu pula dengan Martin Luther King Jr., pemimpin hak sipil Amerika dalam pidatonya yang terkenal, "I Have a Dream," yang juga menekankan nilai-nilai moral dan persamaan dengan landasan etika.
Meskipun King menghargai hukum sebagai alat untuk menuju perubahan positif, namun pandangannya tentang keadilan dan kesetaraan lebih mencerminkan pentingnya etika daripada mematuhi hukum tertulis.
Dalam pemikiran dan tindakannya, King lebih mencerminkan konsep bahwa kebenaran dan etika dapat melebihi batasan hukum yang tidak adil.
Jauh sebelum Kent, Mill dan King, Socrates pun lewat pemikirannya yang dicatat muridnya, Plato, dalam dialog-dialog "Apology," "Crito," dan "Phaedo" sekitar pertengahan hingga akhir abad ke-4 SM, juga turut menjelaskan pentingnya etika dan keadilan.
Mereka mungkin ada yang tidak secara eksplisit menyebutkan "etika lebih tinggi dari hukum", tetapi membahas pentingnya aspek etika dan moralitas yang mendalam dalam pengambilan keputusan.
Landasan pikir mereka soal etik, termasuk pula dampak buruk dari kampanye politik yang dilakukan oleh seorang presiden seperti yang dikemukakan di atas, memberikan sinyalemen atau pertanda yang kuat, bahwa Jokowi telah salah kaprah soal presiden boleh ikut kampanye dan memihak.
Jokowi telah salah dan menyederhanakan persoalan, hanya ada dalam pertimbangan hukum, dan tak memedulikan kaidah etik, sesuatu yang juga telah tercederai manakala putranya Gibran Rakabuming Raka diloloskan menjadi calon wakil presiden.
Belum ikut kampanye politik secara kaffah atau terang-terangan pun, telah ada sejumlah paradoks karena putranya ikut berkontestasi, apalagi bila Presiden Jokowi ikutan berkampanye secara terbuka, rasa-rasanya itu tak tidak adil bagi kontestan lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.